The Pirates of Papua - Manfasramdi
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

The Pirates of Papua

BAJAK LAUT PAPUA

Sejarah pulau Papua merekam banyak aspek kehidupan masyarakat Papua yang hidup mulai dari pesisir hingga pegunungan lembah Papua. Selama berabad-abad lamanya masyarakat Papua hidup mandiri di atas negerinya. Sistem kehidupan mereka banyak dipengaruhi keadaan alam dan perjuangan hidup di negerinya.

Kebudayaan, adat istiadat mereka banyak ditulis bangsa-bangsa besar. Dalam hal ini orang Eropa memainkan peran penting dalam melestarikan catatan-catatan berharga sehingga masih dapat diakses baik catatan tertulis, foto-toto maupun dokumen sejarah lainnya.

Salah satu hal yang perlu ditelusuri adalah kebudayaan maritim orang Papua masa lampau. Mereka telah lama mengetahui teknologi pelayaran dan pengetahuan tradisional mereka tentang astronomi.

Manuskrip-manuskrip VOC maupun catatan para sejarawan menggambarkan mereka sebagai "Papuasche Zeeroovers" (bajak laut Papua) yang menakutkan. Mereka ini datang dari berbagai wilayah pesisir di tanah Papua mulai dari wilayah kepala burung sampai wilayah teluk Cenderawasih (saireri).

Dominasi para bajak laut ini berasal dari wilayah adat Bomberai, Domberai dan Saireri yang terdiri dari suku-suku pelaut. Beberapa artikel mengenai sejarah pelayaran dan perompakan Bajak Laut Papua telah di himpun dalam situs ini:

1. Bajak Laut Misool (Bomberai): "Papoesche Roovers dari Pulau Misool"
2. Bajak Laut Onin (Domberai): "KISAH PARA PEROMPAK PAPUA DARI ONIN FAKFAK"
3. Bajak Laut Saireri (Saireri): "PEROMPAK BAJAK LAUT PAPUA SAMPAI DI PERAIRAN JAWA"

Menurut sumber-sumber lisan maupun tertulis peta pelayaran dan perompakan orang Papua ini cukup luas, pelayaran mereka mulai dari wilayah regional Papua hingga benua Australia, kepulauan Pasifik, hingga wilayah-wilayah bagian barat Nusantara sampai di perairan Filipina. 

Pada abad ke-5, menurut laporan Fa Xian bahwa 'perdagangan maritim yang penuh risiko di Selat Malaka selama perjalanan ziarahnya ke India sekitar tahun 414 M. Termasuk juga catatan sezaman seperti Zhu Yu, Chau Ju-Kua, dan Wang Dayuan dimana pada ke-12 sampai abad ke-13, banyak terdapat banyak bajak laut (Tan Ta Sen, 2010:222). 




Hingga abad ke-14, jalur-jalur perdagangan maritim di Indonesia masa lampau sangatlah tidak aman. Memang tidak ada perincian lengkap terkait perompak Papua di sana, namun berdasarkan cerita-cerita lisan orang Papua telah melakukan pelayaran sampai ke negeri-negeri jauh untuk berdagang dan mungkin termasuk misi lain merompak

Pelayaran dan perdagangan berkaitan erat dengan sarana komunikasi berupa bahasa. Bahasa Melayu menjadi sarana komunikasi antar pedagang di lalu. Suku Pelaut dari teluk Cenderawasih, Suku Biak misalnya terdapat banyak kata-kata bahasa Melayu yang diserap dalam bahasa Biak. 

”Tidak seorang pun akan terkejut dengan pengaruh bahasa Melayu pada bahasa Numfor (Biak), ketika orang menganggap bahwa melalui barter penduduk asli terus-menerus berhubungan dengan pedagang berbahasa Melayu, yang melaluinya banyak kata Melayu atau bahasa Melayu yang rusak (Maleische of verbasterd) telah menembus bahasa tersebut.” Tulis J. L. Van Hasselt dalam Hollandsch-Noefoorsch en Noefoorsch-Hollandsch Woordenboek, (1876). 

Melalui pelayaran dan perdagangan orang Biak tempo dulu dalam bahasa mereka menyerap bahasa-bahasa Melayu yang sampai saat ini masih dapat ditemukan dalam sistem bilangan angka maupun kata-kata tertentu. Bahasa Melayu juga dapat ditemukan pada pengguna bahasa Austronesia di tanah Papua. 

Bahasa bisa menjadi salah satu petunjuk bagaimana hubungan masyarakat Papua masa lampau dengan suku-suku di nusantara dalam dunia perdagangan maritim tempo dulu. Kita tahu bahwa tanah Papua memiliki banyak sekali komoditi penting yang menjadi daya tarik dunia.  

Perompakan yang dilakukan oleh orang Papua di kepulauan Pasifik (Palau) pun menjadi cerita turun temurun masyarakat di sana. "Menurut legenda Bur dan Meliel, penjajahan pulau pohon terjadi pada waktu yang bersamaan sekitar tahun 1600. Hal ini dibuktikan dengan silsilah raja-raja mereka. Sekitar 100 tahun yang lalu, Bul, Meliel, Songosol dan Togobei diserbu oleh orang-orang Papua?, mungkin dibuang tapi tentu saja kejam dan rakus, yang bersenjatakan tombak, busur dan anak panah. Beberapa pulau menderita lebih parah, sementara pulau lainnya lebih sedikit. Di Meliel, semua orang dibantai, kecuali beberapa orang yang kebetulan tinggal di Songosol." Tulis Mandy T. Etpison dalam  Results of the South Seas Expedition 1908-1910 (2017).

Studi mendalam mengenai pelayaran, perdagangan dan perompakan orang Papua menjadi objek penting yang perlu gali, dikembangkan agar menjadi pengetahuan umum bagi masyarakat Papua. 

Post a Comment for "The Pirates of Papua"