Menelisik Kampung Ansus di Masa Lampau - Manfasramdi
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Menelisik Kampung Ansus di Masa Lampau

 

kampung Ansus

Masyarakat Ansus merupakan salah satu dari beberapa suku yang hidup di pulau Yapen hingga hari ini. Mereka menduduki kampung Ansus atau yang disebut Asua (Asuwa).  Di masa lampau mereka dikenal memiliki armada bajak laut yang patut diperhitungkan di wilayah pesisir tanah Papua. Tidak heran, menurut sejarawan De Clercq, armada laut manbri-manbri Ansus konon bergabung dengan pasukan Kurabesi. Orang Asuwa, telah membina hubungan perdagangan dengan suku-suku pesisir lainnya seperti dengan orang Numfor-Doreri, orang Wandamen dan orang Biak di kepualaun Biak-Supiori. Tentang hubungan perdagangan orang Ansus dan orang Saireri di pesisir tanah Papua bisa dibaca disini "Perdagangan Orang Ansus & Orang Numfor"  


Ada hal menarik di masa lalu yang patut dicontohi dari masyarakat kampung Ansus. Orang Ansus membangun rumah mereka di atas air dengan sangat tertata rapi dan asri. Menurut catatan De Clerq pada 1800-an, ada sekitar 60 rumah besar  dibangun diatas air (rumah panggung). Setiap keluarga dalam rumah besar biasanya menampung setidaknya sekitar 40-50 jiwa. Maka, asumsi jumlah penduduk kampung Ansus pada 1800-an, sekitar ±2500 jiwa. (De Clerq, 1893:180)

kampung Ansus

Masyarakat Ansus tidak hanya menetap di kampung Ansus, tapi mereka tersebar di beberapa tempat di Yapen misalnya menurut catatan Belanda 1800-an, bahwa kampung Sirewen dan Pom merupakan "campuran masyarakat Ansus dan Biak". Beberapa keluarga Ansus juga bahkan bermigrasi ke pulau Biak, seperti di kampung Bosnik, Biak Timur. 

"Di daratan belakang kampung ada tiga gunung tinggi: Wi Tata paling barat, lalu Yèrarwai, dan lebih ke arah timur Karandami. Di lereng gunung-gunung ini tinggal suku Watawui, Rowa, Panpombri, Matatari, dan Marau, yang terakhir paling banyak jumlahnya. Mereka menokok sagu, menanam pisang, kaladi dan tebu dan berbicara bahasa yang sama dengan penduduk pantai, mereka mengangkut hasilnya ke Ansus."Tulis F. S. A. De Clercq dalam De West- En Noordkust Van Nederlandsch Nieuw-Guinea, 1893

     
Seorang ahli Botani dan penjelajah asal Italia bernama Odoardo Beccari (1843-1910) pernah mengunjungi kampung Ansus pada tahun 1875. Selama di Ansus, ia bergaul dengan masyarakat setempat dan meneliti beberapa spesies burung di sana. Dan setidaknya, ada sekitar 180 kulit burung yang ia peroleh di Ansus, di tambah yang ia dapat di Miosnom. Ia menulis "Suku Asli di Ansus cukup tidak menyerang. Saya bergaul dengan sangat baik dengan mereka". Ia mengamati bahwa ada kebiasaan aneh untuk "membuat mumi orang mati".   

kampung Ansus
Masyarakat Ansus (F. H. H. Guillemard, 1883)

F. H. H. Guillemard (1852-1933) seorang Naturalis dan penjelajah yang juga mengunjungi kampung Ansus pada 1883 mencatat dan melukis beberapa tradisi dan budaya orang Ansus seperti perahu tradisional, seni, maupun kehidupan sosial masyarakat kampung Asua. Dalam catatan perjalanannya, Guillemard mencatat sebuah tradisi upacara pemakaman yang dilakukan masyarakat Ansus. 

"Pada hari setelah kedatangan kami, salah satu dari kami disambut oleh bau yang paling menyengat saat melewati sebuah rumah di desa, tetapi baru beberapa saat kemudian—kami mengetahui asal-usulnya. Mereka sedang mengeringkan mayat seorang laki-laki di atas api—operasi yang memakan waktu sembilan hari! Dalam iklim seperti New Guinea, efek dari upacara pemakaman ini lebih baik dibayangkan daripada digambarkan. Adat tersebut rupanya sedang digemari di antara beberapa suku Papua, dan dalam beberapa kasus, bila jenazah sudah cukup dikeringkan dan diasap, maka diawetkan di dalam rumah. Orang Ansus memiliki metode lain untuk membuangnya, dan tidak melengkapi tempat tinggal mereka dengan kerabat mereka yang sudah meninggal. Pada hari kesepuluh, jenazah tersebut didayung menyeberang ke Pulau Kaiari dan diletakkan di atas panggung kayu di antara hutan bakau, di mana kami tidak kesulitan mengenali keberadaannya dalam radius yang cukup jauh selama sisa kunjungan kami. Sebuah tiang dengan sepotong kain yang berkibar di ujungnya menunjukkan muara sungai tempat mayat ditempatkan, dan kerang, kalung kerang, dan barang-barang lainnya digantung di dahan-dahan yang dekat."Tulis F. H. H. Guillemard dalam The cruise of the Marchesa to Kamchatka & New Guinea,  1889   

Kampung Asua (Ansus) sudah dikenal oleh para pedagang asing sejak lama, hubungan-hubungan perdagangan mereka dengan suku-suku pesisir Papua lainnya membuktikan adanya ikatan perdagangan, kekeluargaan, dan persahaban mereka di masa lampau. Masyarakatnya Ansus mengatur kehidupan sosialnya sesuai norma-norma aturan adat mereka. Sehingga berbagai aspek sosial, seni, dan kehidupan masyarakat kampungnya tertata dengan rapi dan baik.

Post a Comment for "Menelisik Kampung Ansus di Masa Lampau"