“Dai di Celah Hujan”
SEORANG lelaki remaja bernama Dai, ia seorang pria gagah yang berasal dari kepulauan Yapen, Serui. Postur tubuhnya yang tinggi, hidung tinggi dan tentu paling tinggi di kampungnya membuat kerap ia menjadi batu sandungan bagi pria-pria yang kurang ganteng, dan kadang mereka menjadi iri karena ketampanannya. Berbekal kegantengannya, banyak wanita menjadi jatuh hati, tersipu-sipu dan selalu mencari perhatian.
Meski terlihat
tampak sempurna, namun seperti ada sesuatu yang kurang dari dirinya. Ia merasa
tak berharga, ia seorang yang pemalu, dan jarang bergaul. Apalagi ia tak
memiliki pendidikan tinggi seperti teman-teman pria di kampungnya yang
berstatus sarjana. Setelah tamat SMA, ia enggan melanjutkan ke jenjang yang
lebih tinggi karena masalah biaya pendidikan. Jadinya ia hanya seorang pengangguran
sukses yang belum juga punya pekerjaan tetap.
Di teluk
Ampimoi yang permai ia sering duduk seorang diri merenung nasibnya, dan tak
tahu arah kehidupannya. Beberapa kali ia gagal dalam menemukan cintanya,
awalnya gadis-gadis selalu mengincarnya. Tapi, ketika tahu bahwa ia seorang
pengangguran sukses, mereka pun undur tanpa jejak, seolah tak mengenalnya
sedikitpun. Ia tampak seperti orang stres yang selalu berbicara sendiri,
bernyanyi sendiri dan makan pun sering sendiri. Banyak orang menganggap ia
lelaki tak berguna. Tapi, jangan salah menilai!!
Dai memiliki
bakat terpendam yang belum ia kembangkan sepenuhnya, ia rupanya seorang pria
jenius yang suka mempelajari berbagai hal mengenai pengetahuan Fisika, Biologi,
Matematika, Astronomi, Budaya, dan pengetahuan lokal lainnya. Ia diam-diam
mempelajari berbagai hal secara autodidak dari ruangan kecilnya yang terbuat
dari atap daun sagu.
Konon, ia
memiliki seorang sahabat karip yakni seorang wanita cantik jelita bernama Ai yang
kini tengah kuliah di Universitas bergengsi Universitas Harvard Cambrige di
Amerika. Meski keduanya adalah sahabat baik, namun di sisi lain Dai menyimpan
rasa cinta yang dalam terhadapnya sejak keduanya masih di bangku SMA dulu. Rasa yang terpendam selama bertahun-tahun
tampaknya mustahil untuk digenapi. Rindu yang terus membelenggu hanya bergeser
di ruang hampa, dan terhempas angin di sudut-sudut kota Serui.
Ia sosok
pria yang tak mengenal media sosial sehingga sulit baginya untuk mengetahui
kabar sahabatnya itu. Tiba-tiba ia di hampiri teman lamanya satu kelas dulu
yang bernama Ina. Ina bilang, “Dai..kosu
tahu kah? Ai ada posting status di facebook
bulan depan de balik Serui”. Dengan
tersenyum sombong, Dai begitu bahagia sampai-sampai tak mengeluarkan sepeser
kata pun. Dengan tatapan kosong, Dai makan kosong sambil terus memikirkan
kedatangan sang dewi.
Tapi, apakah
sahabatnya itu akan memiliki rasa yang sama? Apakah ia telah berubah? Entah
yang pasti Dai berharap segera bertemu sahabatnya itu. Tiba saatnya bulan itu
datang, kabar pun tersebar seantero kota Serui bahwa Ai merupakan lulusan
terbaik universitas bergengsi di Amerika. Dan, kini ia datang untuk melakukan
penelitiannya di Serui. Ai berasal dari keluarga yang status sosialnya tinggi
dan terpandang. Namun, ia wanita sederhana yang baik hatinya dan memiliki lesum
pipi manja dan menggemaskan. Kedatangan wanita super cantik ini membuat banyak
pria-pria memasang wajah ganteng dan selalu memposting status berbahasa Inggris
di media sosial hasil terjemahan google
translate. Tujuannya satu, untuk menarik perhatian Ai.
Rupanya, Ai datang ke Serui bukan hanya untuk melakukan penelitian tapi ada misi khusus yaitu untuk mencari pasangan teman hidup. Bagaimana pun juga “hanya laki-laki Serui yang akan mengerti perempuan Serui”, ungkap Ai dalam hatinya.
Setelah beberapa hari tinggal di kota Serui, Ayah dari sang gadis menyampaikan sebuah informasi dan pesan khusus kepada semua pria lajang di kota Serui melalui pesannya di media sosial bahwa ia akan mencari seorang pria untuk menjadi pasangan anak semata wayangnya yang baru saja tiba beberapa dari Amerika. Tapi, ada syaratnya! Bagi seorang pria yang berhasil jalan di cela-cela hujan tanpa basah sedikipun ialah sosok pria yang akan dinikahkan pada putrinya. Ketika mendengar dan mengetahui syaratnya, banyak pria-pria mulai hilang semangatnya mana mungkin seseorang jalan di celah hujan tanpa basah itu mustahil!
Namun, bagi
Dai ini merupakan satu tantangan dan perjuangan untuk mengejar cinta sejatinya.
Dai pun mulai mengeluarkan kejeniusannya dengan mempelajari berbagai hal yang
berkaitan dengan hujan. Untuk menambah ilmunya ia pun pergi ke gunung Tata
untuk mempelajari sistem butir-butir hujan, jarak hujan, pengukuran curah hujan
dengan seakurat mungkin. Selama seminggu di gunung Tata ia akhirnya paham
tentang sebuah konsep yang ia kembangkan menggunakan Parsivel Disdrometer yakni pengukuran komprehensif semua jenis
curah hujan.
Hari yang ditunggu-tunggu pun datang, semua lelaki satu pulau Yapen datang untuk melakukan ujian terberat dengan berjalan di celah hujan. Dai datang paling terlambat sebab sebelumnya ia harus jualan ikan di pasar. Ia berlari kejang untuk mengikuti perlombaan tersebut. Setelah tiba di TKP, banyak orang menertawainya. Dengan yakin Dai pun berjalan dalam hujan buatan tersebut, semua mata tertuju padanya tak satu pun butir hujan mengenai badannya. Orang pun dengan hura berteriak “DAI JALAN DI CELAH HUJAN”. Kontes Cinta itu dimenangkan dengan lembut oleh Dai. BERSAMBUNG!!
Post a Comment for "“Dai di Celah Hujan”"