UPACARA KETAHANAN RUMAH - Manfasramdi
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

UPACARA KETAHANAN RUMAH

Wor Rumsram, Anio Sara (nyanyian dan tarian untuk mengiringi berbagai tahap pembangunan atau pemugaran tempat suci kelompok/klan). Pada waktu menebang pohon. Memahat tiang-tiang yang berupa patung-patung nenekmoyang dan yang akan menjadi sokoguru tempat bertenggernya bangunan. Pembangunan rumah dan berbagai bagiannya: memasang atap, memasukkan mon-mon utama yang akan mendapat tempat di dalam "kuil", dan akhirnya:

Pentahbisan, yang di dalamnya semua penduduk kampung terlibat. Kita telah melihat alangkah besarnya peranan upacara adat ini dalam kehidupan para zendelihg yang pertama. Orang dapat membayangkan sendiri hal itu, apabila orang menganalisa peranan bangunan ini. Rumsram adalah pusat sakral masyarakat kampung; kesejahteraan dan kemakmuran seluruh khalayak itu tergantung kepadanya. Bangunan ini merupakan pusat kekuatan dan merupakan lembaga pendidikan, tidak hanya untuk latihan ketrampilan dalam hal pekerjaan sehari-hari untuk mencari penghidupan, melainkan terutama untuk memperoleh "pengetahuan rahasia" dari dukun-dukun dan pengetahuan tentang cerita-cerita mitos dan cerita-cerita asal-usul, yang dimiliki masing-masing keret (klan). Jadi di situ berlangsung pengajaran yang sifatnya kolektif maupun individuil.

Di Rumsram itulah orang memuja datuk-datuk moyang, para pendiri klan atau sub-klan, tetapi Rumsram itu pula merupakan pusat peradilan, sehingga Kaisjepo membandingkannya dengan balai desa, tempat berasalnya berbagai anjuran untuk melakukan berbagai kegiatan. Penduduk sebuah kampung tanpa pandang bulu juga wajib untuk memberi makan semua peserta inisiasi. Kalau orang membengkalaikan bangunan ini, seperti yang juga bisa terjadi sebelum Injil mendapat pengaruhnya, maka dapatlah terjadi apa yang telah disaksikan oleh Geissler menurut laporannya dalam tahun 1857. Juga Geissler menggunakan istilah "balai desa" itu.

"Balai desa (Rumsram. K.) dj tempat ini pada tanggal 8 Januari 1857 ambruk, dan oleh karena itu semua orang ketakutan, jangan-jangan Korrowar (yang dimaksud di sini adalah mon: datuk moyang) telah murka kepada mereka. Karena itu bermalam-malam dinyanyikan lagu untuk memuaskan para Korrowar yang sedang murka itu, agar mereka tidak menyuruh roh-roh jahat yang bernama Mannuen, yang dipandang sebagai penyebab semua kecelakaan itu, untuk menyerang penduduk". (Ottow dan Geissler 1857).

Wor besyun Rumsram (kbor, tubob: para peserta inisiasi memasuki Rumsram). Sebetulnya upacara wor ini, apabila kita perhatikan susunan kronologisnya, harus disebut sebelum inisiasi.

Kbor (Kabor: orang-orang muda, para peserta inisiasi). Tetapi seringkali lama orang menangguhkan acara masuk Rumsram itu, bahkan terlalu lama, disebabkan ongkosnya mahal. Tetapi dalam keseluruhan kegiatan dan upacara kampung, acara memasuki Rumsram ini memang direncanakan segera sesudah para pemuda mendekati umur untuk mendapat inisiasi. Di teluk Wandammen orang menamakan upacara ini Tobop. Di kemudian hari para zendeling dalam upacara ini menghadapi persoalan lain. Persoalan itu adalah gejala ikatan himpunan-himpunan para lelaki yang bersifat rahasia (geheime mannenbonden). Himpunan-himpunan ini terdapat di sebelah timur Waropen sampai jauh melewati perbatasan Papua Nugini sekarang, tetapi juga di sebagian besar daerah Kepala Burung (dengan perkecualian suku-suku Arfak dan Inanwatan). 

Di daerah tempat berdiamnya kelompok-kelompok itu memang diadakan upacara inisiasi, tetapi kelihatannya inisiasi itu makin lama makin terbatas hanya pada satu kelompok yang terpilih saja (misalnya di antara orang Tehit di daerah Teminabuan). Di teluk Cenderawasih upacara  itu umum sifatnya, tetapi secara berangsur-angsur menjadi lebih berbelit-belit sifatnya dan karena itu lebih tinggi harganya. Sebab prestise orang tergantung dari kemampuannya untuk menyuguh para tamu yang sesaudara; makin lama dan makin banyak tamu itu diberi makan, makin besar prestise klan yang bersangkutan.

Pada waktu para pemuda memasuki Rumsram, orang berusaha mengembangkan asap rokok yang tebal untuk menyembunyikan pintu masuk dari penglihatan orang-orang yang tidak mengalami inisiasi, yakni para wanita dan anak-anak. Kadang- kadang upacara itu memberi kesan bahwa para peserta inisiasi itu akan mati dan oleh para ibu dinyanyikan ratapan perkabungan. Sebenarnya inisiasi ini memang berarti berakhirnya masa kanak- kanak, "si anak mati, dan sebagai gantinya lahir pemuda", demikian dikatakan orang.

Walaupun kelihatannya seragam, namun dalam semua upacara adat itu tampak adanya banyak keragaman dan variasi dalam tema besarnya, yaitu kelahiran secara kemasyarakatan, yang perlu disertai upacara-upacara nyanyian, tarian dan makan besar. Namun kadang-kadang juga upacara itu diselenggarakan dengan pola sederhana, seperti yang misalnya kelihatan di daerah Sarmi dan di sekitar ibukota yang sekarang bernama Jayapura. Rupanya di situ terjadi, menurut kesaksian semua informan dari daerah itu, bahwa menurut aturan salah seorang dari antara para peserta inisiasi itu harus dibunuh. Tetapi kita mendengar pula bahwa di kemudian hari mereka beralih pada penggantinya: sebagai ganti dari seorang pemuda, mereka menggunakan seekor babi, dan menyajikannya sebagai lambang "seseorang" itu.

Tapi bagaimanapun juga para zendeling telah bertumbukan dengan kesungguhan yang mendalam dan yang mengerikan. Orang menggunakan ungkapan-ungkapan yang menunjuk kepada suling-suling suci yang harus minum darah. Di pusat-pusat suci, yang di daerah di sebelah timur Mamberamo disebut Darma, Darman, Mau dan sebagainya (atau, secara populer, Rumah Karriwari, berasal dari "kai" (tiang, pohon) dan "wari" (hidup): tiang pusat, pohon hidup dari "kuil"; dan bukan dari "karwar"; ini menurut seorang informan). Sepengetahuan kami, korban berdarah tidak terdapat di teluk Cenderawasih, sekalipun "korban purba" Anio Sara adalah sangat penting.

Worwark mararen (melindungi sanak saudara yang sedang dalam perjalanan dengan menyanyi). Upacara ini dilaksanakan oleh sanak keluarga dari orang-orang lelaki dan para pemuda yang sedang melakukan perjalanan jauh, misalnya ke Tidore, dan terutama dilakukan pada bulan muda. Kadang-kadang, misalnya menurut sebuah laporan tentang orang-orang Numfor di Doreh, upacara ini diadakan di sebuah rumah yang atapnya untuk sementara dicopot, agar orang dapat dengan lebih terang melihat bulan. Kalau mereka memang melihat bulan muda itu terbit, yang berarti di langit yang cerah, maka mereka menamakan itu pertanda baik: orang-orang kita juga akan melihat bulan itu, mereka akan menyanyi juga (sor) dan beruntung". 

Sumber: Buku Ajaib di Mata Kita, Jilid 1, 1981

Post a Comment for "UPACARA KETAHANAN RUMAH"