SERAKI SALAH SATU BENTUK PENGUBURAN TEMPO DULU SUKU BIAK - Manfasramdi
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SERAKI SALAH SATU BENTUK PENGUBURAN TEMPO DULU SUKU BIAK

F. C. Kamma

S'erak i (penguburan atau pemakaman di tepi karang). Dalam meletakkan mayat, di dalam tanah (penguburan), di dalam gua atau pun di bawah tepi karang, yang disebabkan oleh pasang air pada jaman dahulu ketika laut lebih tinggi daripada sekarang, orang harus memperhitungkan arah matahari terbenam. Artinya, dikatakan orang: "Kepala harus diarahkan ke jurusan terbenamnya matahari, jadi harus diarahkan ke barat. Oleh karena mayat itu terbaring telentang, maka pada masa keselamatan ia akan hidup lagi, duduk tegak dan melihat terbitnya matahari, atau: karena matahari yang sedang terbit itu, maka si mati jadi bangkit.

Dua bilah papan kecil ditancapkan (dihunjamkan) ke dalam tanah, satu di ujung bagian kaki dan yang lain di ujung bagian kepala: itulah dayung, alat pengayuh untuk si mati. Pada waktu mayat diarak, si duda atau si janda dari si mati berjalan langsung di belakang mayat, dan sesudah itu barulah menyusul orang-orang lain. Dahulu sering terjadi bahwa di tempat pemakaman si duda mencukur gundul rambutnya, kemudian rambut itu ditinggalkan di kuburan, di atas karang atau di dalam gua. Di situ juga ia mandi dengan "war-merbak" atau "air berat"; yang dimaksud di sini adalah: air yang berisi hal-hal yang berat, perkabungan itu. Kemudian duda atau janda itu wajib mengenakan kapyopes, yaitu cawat perempuan. 

Sekembalinya di rumah, orang yang telah ditinggalkan itu (duda/janda) harus berjalan pelan-pelan, berbicara lembut, karena ia telah kena perkabungan. Kalau yang ditinggal itu berjalan atau berbicara dengan seenaknya saja, maka penduduk kampung, apalagi orang-orang yang serumah dengan orang yang ditinggal itu, menanggung risiko akan jatuh sakit. Orang yang ditinggal itu harus terus berbuat demikian selama berlangsungnya perkabungan.

Katerwark (pembagian hadiah-hadiah kecil sesudah kematian). Upacara ini dilakukan untuk mengagungkan nama dari yang meninggal dan nama dari sanak saudaranya. Hadiahhadiah kecil berupa piring-piring tembikar, gelang lengan, gelang perak, parang, sedapat mungkin diberikan kepada orang-orang yang telah memperlihatkan perhatian, yang datang untuk menengok mayat dan ikut ambil bagian dalam ratapan kematian. 

Juga selama dibagikannya barang-barang itu ratapan kematian dinyanyikan, sama seperti dalam hal semua kegiatan yang dilakukan orang pada waktu itu. Kalau sanak keluarga tidak mampu untuk memberikan sesuatu kepada semua orang yang telah memperlihatkan perhatian itu, maka cukuplah orang memberi hadiah kepada mereka yang telah menjaga mayat itu selama sehari semalam.

Farwar (perhitungan besar, si mati sebagai tuan rumah). Pada orang Numfor upacara ini diadakan dengan berbagai cara. Van Hasselt dalam Kamusnya mengatakan: Farwar adalah adat pada orang Numfor, yaitu bahwa bila anak pertama telah meninggal, si ayah yang bersedih itu dibawakan barang dari tanah liat (ben bepon) yang sudah tua. Piring-piring itu diambil oleh anggota keluarga yang lain, tetapi mereka ini wajib memberi imbalan kepada pemberi hadiah itu. Namun informan, seorang Numfor yang bernama J. Rumbruren, menulis:

"Farwar lain samasekali dengan kater. Kater adalah berkenaan dengan pemberian-pemberian kecil, sedang farwar mengenai barang-barang yang sangat berharga (barang tukar untuk upacara adat): barang-barang tembikar yang antik, manset yang besar (samfar), guci dan sebagainya."

Apabila seseorang meninggal, maka para sanak keluarga akan menghormatinya dengan membagikan hadiah-hadiah. Pertama-tama, sisa-sisa dari mas kawin yang masih dihutang harus dilunasi dan kemudian orang (sanak saudara dari almarhum) memberikan berbagai hadiah kepada para tamu. Di situ termasuk juga dua hadiah untuk almarhum sendiri, yaitu dua buah piring antik. Kedua piring itu dapat dikuburkan di ujung bagian kepala dan ujung bagian kaki dari kuburan, atau kadang-kadang keduanya dibungkus bersama si mati dengan tikar. 

Piring yang ada di bagian kepala itu bernama "afiak" atau "bantal", sedang yang di bagian kaki bernama "arsa", "bumbung pengambil air". Hadiah-hadiah yang akan dibagikan itu sebelumnya telah dikumpulkan dalam sebuah kotak anyaman. Setiap kali sesuatu barang dibagikan, dikatakanlah: almarhum menujukan barang ini kepada anda sebagai saudaranya, temannya, kemenakannya dan sebagainya. Dengan demikian orang pun menghormati si mati dan memuji namanya. Para tamu akan memuji para sanak saudara si mati, karena mereka telah melakukan ini atas nama almarhum. Orang mengatakan juga bahwa dengan memberikan hadiah-hadiah itu orang "mengusir atau mengenyahkan perkabungan itu".

San Merbak (menanggalkan perkabungan, atau secara harfiah: membuangkan atau melontarkan yang berat). Dahulu upacara ini berlangsung sepuluh hari sesudah kematian (pada orang Numfor), tetapi orang Biak berkabung antara 6 bulan sampai 6 tahun, tergantung pada status sosial dari almarhum. Selama masa berkabung itu si janda atau si duda dari si mati sangat dibatasi kebebasan geraknya, baik mengenai perjalanan darat maupun perjalanan yang menggunakan perahu. 

Dalam arti tertentu ada diskriminasi terhadap wanita, sebab pada orang Biak untuk wanita perkabungan diadakan lebih singkat waktunya daripada untuk orang lelaki terhormat yang penting. Tetapi kewajiban-kewajiban terhadap seorang lelaki yang meninggal tergantung pada kedudukannya dalam masyarakat, sedangkan dalam hal meninggalnya seorang wanita orang kurang terikat.

Jangka waktu perkabungan itu (yaitu antara 6 bulan dan 6 tahun) dihitung mulai dari 'untuk orang-orang merdeka biasa sampai pada para pahlawan (mambri), para penguasa (mam papok) atau para kepala (mananir) dengan segala tingkat-tingkatnya. Selama berlangsungnya masa perkabungan, sanak saudara si mati (yang lingkungannya ditentukan oleh umur si mati) harus terus mengenakan barang kenang-kenangan tertentu, milik dari almarhum (farbabei pada orang Biak, romandak pada orang  Numfor), artinya mereka itu harus mengikatkan sobekan-sobekan kain pada lengannya, kakinya, tangannya dan lehernya. Anak lelaki dari almarhum selain daripada itu mengenakan pula sejenis manik-manik besar, agaknya buatan Tiongkok, yang namanya ira berok.

Upacara san merbak itu sangat luas, kadang-kadang dengan mengerahkan banyak orang dan menghabiskan ongkos yang sangat besar. Ketika menanggalkan perkabungan itu, orang-orang yang belum ditato membiarkan dirinya ditato. Para wanita ditato pada dahinya, rahangnya dan dadanya, sedang pria hanya pada punggungnya. Selama berlangsungnya nyanyian untuk si mati, orang bermain dengan tali kecil, dan dengan tali itu mereka menirukan berbagai tokoh, binatang, burung, perahu dan sebagainya. Kalau ada satu tokoh yang gagal ditirukan, itu adalah alamat buruk. Orang Biak menamakan juga upacara san merbak itu "sofuk farbei, romowi"; mereka menanggalkan barang kenang-kenangan atau apa saja yang mereka warisi dari si mati.

Sumber: Buku Ajaib di Mata Kita, Jilid 1, 1981

Post a Comment for "SERAKI SALAH SATU BENTUK PENGUBURAN TEMPO DULU SUKU BIAK"