Kisah Para Manbri - Manfasramdi
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kisah Para Manbri

 

bajak laut papua
TAK TERHITUNG banyaknya manbri yang telah gugur di medan pertempuran baik di daratan maupun di lautan sebagaimana telah dilukiskan dan di gambarkan dalam hikayat atau cerita tutur orang Biak maupun catatan tertulis bangsa Eropa sejak 1500-1900-an. Perjalanan perompakan, perjalanan mengarungi lautan yang luas demi menaikan wibawa mnu (kampung) dan keret (marga) di masa lampau. Hal ini membuat mereka harus berjuang sekuat tenaga bahkan nyawa taruhannya. Seorang penulis terkemuka Belanda bernama Jacobus Anne van Der Schijs (1831-1905) menulis dalam bukunya Kapitein Jonker, 1630-1689, tahun 1850, ”Papoesche zeeroovers verontrustten en plunderden sedert jaren de kusten van Manipa en omliggende eilanden, welk euvel in 1650,” terjemahan bebasnya adalah “Perompak Papua telah melakukan penjarahan di pantai Manipa dan pulau-pulau sekitarnya (kepulauan Maluku) selama bertahun-tahun, dan semakin buruk pada tahun 1650”. Banyak dari para Manbri yang gugur sebagai apyokem dan menjadi debu, namun kisah epik kepahlawanan mereka masih menjadi cerita tutur dan kebanggaan bagi keret-nya hingga hari ini. Bahkan dalam manuskrip-manuskrip tua eksistensi mereka di catat meski tanpa nama pribadi. Kejayaan mereka mulai hilang tanpa bekas seperti sambaran petir yang tak terdengar lagi.

Secara etimologi kata Man.bri berasal dari dua suku kata Man dan Bri. “Man” berarti orang atau manusia yang merujuk kepada seorang pria atau lelaki sedangkan kata “bri” berarti berani, marah. Makna kata Manbri banyak di artikan menjadi Pemberani, Pahlawan, Jagoan, dan sebagainya. Dalam pengucapannya bentuk kata Man.bri di ucapkan menjadi Mambri sehingga dalam teks-teks lagu maupun penulisan yang kita jumpai secara umum mereka menggunakan Mambri.

Kadang sebutan “manbri” memiliki konotasi negatif yang selalu identik dengan sifat buruk dari seorang manbri yaitu orang yang suka membunuh, merampas, merampok, menebas, dan ini bisa terlihat dari nama-nama julukan manbri pada masing-masing orang.   Apakah mereka seburuk itu? Tidak juga. Gejolak batin mereka, bertentangan dengan tindakan mereka sebagai perompak; mereka di dorong semangat yang membara untuk melakukan tindakan demikian karena berbagai faktor. Pada prinsipnya, sewaktu melakukan penyerangan, mereka biasanya akan menghabisi para lelaki yang berupaya melawan, anak kecil dan wanita biasanya akan menjadi women (tawanan atau budak).

Seorang Manbri memiliki beberapa kriteria yang pantas disebut Manbri. Seorang manbri tidak hanya menguasai peralatan tempur seperti Ikoi Mamun (panah), Bome atau menof (Lembing, Tombak), Sumber (parang), Adai (perisai), dsb, tetapi juga menguasai teknik berperang, bisa mengorganisasi pasukan Rak Mamun, bisa mengelabui mbrop (musuh), dan berani mengambil keputusan yang cepat dan tepat sewaktu bahaya mengancam. Setiap keputusan dan tindakan yang tepat akan membawa hasil yang baik. Untuk melihat berapa banyak musuh yang dibunuh, ada tanda khusus (khas) milik Manbri. Seorang manbri tidak akan menggunakan sembarang simbol atau tanda. Tanda-tanda demikian harus sesuai dengan jumlah kepala musuh. ”Bulu putih hanya boleh dipakai oleh orang yang telah membunuh orang yang jumlahnya sama dengan jumlah bulu yang dipakainya.” (Kamma, 1981:102) Dalam kasus seperti ini, seorang manbri tidak bisa berbohong atau menipu dengan memasang jumlah bulu putih yang lebih. Ini harus sesuai dengan fakta dan seorang manbri harus sanggup menceritakan setiap peristiwa pembunuhan dengan cara yang meyakinkan sehingga orang lain bisa mempercayainya, ini disebut sebagai kuk fafyar atau kuk sarita. Ada banyak kisah menarik tentang manbri-manbri Byak di masa lampau, seperti yang sudah sering kita dengar seperti manbri Sekfamneri yang di yakini sebagai pahlawan Kurabesi, Fakoki dan Patrefi. Selain ketiga manbri tersebut masih ada banyak kisah manbri yang tidak disebutkan, misalnya manbri-manbri dari Bar Sorido-KBS sebut saja Manprefi dan Munsyofi   yang hidup sekitar tahun 1700-an.

Dalam cerita tutur, di kisahkan manbri-manbri dari Bar Sorido-KBS berlayar hingga ke pulau Mapia untuk mencari budak. Penduduk Mapia selalu menjadi incaran manbri Byak. Mungkin saja, inilah yang di catat oleh Kapten Carteret pada tahun 1767. Buku Edinburgh Gazetteer or Geographical Dictionary, tahun 1822 mencatat bahwa Kapten Carteret mengunjungi pulau itu pada tahun 1767 dan sewaktu berada disana penduduk asli memberitahukan nama-nama pulau tersebut seperti Pegan, Onata dan Onella dan juga mencatat bahwa penduduk asli pulau tersebut menyambut mereka dengan ramah. Orang-orang Mapia juga melaporkan bahwa ada pulau-pulau lain di bagian Utara yang penghuninya dikatakan memiliki besi dan selalu membunuh orang Mapia ketika bertemu di laut. Jika informasi ini merujuk pada bajak laut Biak, berarti cerita tutur mengenai Rak Mamun Armada Bar Sorido-KBS bisa dibenarkan.

Selain kisah diatas, ada kisah lain mengenai seorang manbri Byak, tapi bukan mengenai kisah perompakan yang dilakukannya, mari kita telurusi kisahnya. Berbicara mengenai seorang manbri selalu dikaitkan dengan perompakan dan perburuan kepala, berbeda dengan manbri yang satu ini, yaitu Manbri Wosraki, dia berasal dari tempat yang sama, bar Sorido-KBS. Catatan mengenai manbri ini bukan pergi untuk berperang, bukan untuk membunuh sebaliknya dia berlayar dengan misi khusus, mungkin berdagang. Wosraki bersama dengan krunya berlayar dari Biak hingga Ternate dengan membawa pulang ”Souvenir de Ternate”. Apa yang dibawa pulang? Alb. J. de Neef menulis, ”Orang-orang Biak itu, menyeberangi lautan dan mendayung dari Ternate dengan dua ekor kambing di laut dan hewan-hewan itu sudah berbulan-bulan hidup di laut”.

Coba Anda bayangkan bagaimana kedua kambing muda itu di terpa angin laut, mungkin dengan sedikit teriakan, kedinginan di atas perahu Wairon? atau mungkin Mansusu? hewan-hewan itu bersama para pendayung yang gagah berani mendayung melintasi samudera Pasifik. Pada waktu tuan de Neef berada di Korido sekitar tahun 1930-an, dia melihat banyak kawanan kambing disana yang di miliki oleh lima kepala kampung. Seorang dari antara kepala Kampung tersebut mengisahkan tentang manbri Wosraki yang membawa induk dari kawanan kambing tersebut. Kisah sejarah pelayaran ini mungkin salah satu dari sekian banyak kisah kemampuan para manbri Byak yang tak pernah getir dalam mengarungi lautan.

Post a Comment for "Kisah Para Manbri"