Pedagang Makassar, Bugis dan Papua dalam Perdagangan Maritim Timur Nusantara - Manfasramdi
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Pedagang Makassar, Bugis dan Papua dalam Perdagangan Maritim Timur Nusantara

orang bugis makassar
Kapal Pinisi orang Makassar, 1922, sumber: collectienederland.nl


Nusantara wilayah Timur pulau Papua dan Maluku merupakan jalur dagang maritim yang telah ada dalam kurun waktu yang lama. Berkembangnya lalu lintas maritim  tidak terlepas dari peranan penting para pedagang-pedagang tempo dulu dari berbagai wilayah yang bersatu dan membangun jalur rempah maritim. 

Walaupun di masa lalu Nusantara terdiri dari banyak kerajaan-kerajaan lokal, itu tidak menghalangi masyarakat maritim untuk saling mengunjungi dan berdagang. Pelaut-pelaut ulung dari Makassar, Bugis dan Papua ikut memainkan bola perdagangan. Saudagar-saudagar suku Bugis dan suku Makassar terkenal memiliki perahu-perahu pinisi dengan kapasitas angkut yang besar, sehingga memudahkan mereka untuk mengangkut rempah-rempah maupun komoditas berharga lainnya sewaktu dalam pelayaran.  

Roorda van Eysinga, Philippus Pieter (1796-1856), seorang guru besar bahasa dan etnologi. Dalam bukunya Handboek der Land-en Volkenkunde, Geschied-, Taal-, Aardrijks en Staatkunde van Nederlandsch Indie volume II (1841), ia menulis  tentang situasi perdagangan di pulau Jailolo, Halmahera Barat kurun waktu 1600-1700-an. "Ekspor terdiri dari Emas, Mutiara, Penyu, Sarang burung Walet, Sagu, Tripang, Rempah-rempah dan buah-buahan. Orang Bugis, Orang Papua....berdagang di pulau ini".

"Perdagangan sebagian besar berada di tangan orang China dan Melayu dan tidak boleh disebut tidak penting....cengkeh, pala, yang perdagangannya cukup penting, terutama di sepanjang pantai barat, juga sagu, banyak kayu halus, bambu, damar, masoi berlimpah, cendrawasih, merpati mahkota (mambruk), kerang mutiara, penyu, mutiara dan tripang, produk diatas diekspor ke Makasar, Seram, Kepulauan Aru bahkan ke Singapura dan ditukar dengan uang atau komoditas".—Tulis A. J. Ten Brink dalam Het "Sneeuwgebergte" Op Nieuw-Guinea, 1893

Orang Makassar (Makasaren) dan orang Bugis (Boegineezen) sebagai pedagang keliling berlayar ke Papua dan "memberikan kepada para penghuni pantai...berbagai barang seperti manik-manik, piring, besi, senjata, dll dengan janji untuk mengumpulkan pala dan masoi untuk tujuan ini dan mengirimkannya dalam jumlah yang disepakati setelah tiga bulan. Setelah waktu itu berlalu, para saudagar kembali dan mengumpulkan hasil-hasil, baik yang dikumpulkan oleh penduduk pantai itu sendiri, atau oleh orang-orang yang berhubungan dengan para tetua penghuni gunung, yang diperoleh dari mereka dan ditukarkan dengan ikan atau hasil pantai lainnya." (F. S. A. Clercq, 1895:84)

De Clercq juga menulis bahwa "Di Kapaur dan di Kepulauan Karas, terutama perahu Makasar  yang berdagang di sana dan menukar linen, besi, beras dan garam dengan pala, tripang, dan kura-kura. Dimana-mana iuran pelabuhan (laboeh batoe) dipungut dalam bentuk hadiah dari barang-barang yang dibawa, sebagian besar berupa beberapa potong kapas, kepada Kepala Kampung, yang juga memberikan bantuan dalam menagih hutang". 

Dalam perdagangan orang Makassar, Bugis dan Papua ada satu hal yang membuat mereka sukses menjaga hubungan perdagangan dengan baik yaitu "saling percaya" diantara mereka ungkap De Clerq. Beberapa wilayah di tanah Papua hingga kini terdapat komonitas-komonitas masyarakat Bugis-Makassar yang sudah lama mendiami tanah Papua.

Post a Comment for "Pedagang Makassar, Bugis dan Papua dalam Perdagangan Maritim Timur Nusantara"