DENIS KOIBUR: SANG NAVIGATOR WAIRON PELAYARAN ABAD KE-21 - Manfasramdi
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

DENIS KOIBUR: SANG NAVIGATOR WAIRON PELAYARAN ABAD KE-21

 

KIPRAH pelaut-palaut Papua pada masa lalu, tercatat dalam manuskrip-manuskrip tua.  Konon, pelaut-pelaut tangguh dari Papua ini disebut oleh orang Eropa dengan istilah "bajak laut Papua". Mereka ini tidak berasal dari satu daerah saja, tetapi berasal dari berbagai wilayah pesisir tanah Papua. Seperti orang Onin-Fakfak, Orang Misool, Orang Wondama, Orang Yapen Waropen dan Orang Biak Numfor maupun beberapa etnik lainnya.  Ada istilah orang Biak di masa lampau bahwa "Setiap ada tanjung yang menjorok ke laut, pasti ada pahlawannya"

Seperti para pelaut tangguh di atas, orang Biak dikenal dengan kemampuan berlayar yang mumpuni, dibekali ilmu astronomi tradisional. Pelaut Biak yang terampil bisa membaca arah angin, arus, posisi bintang serta menghafal berbagai tanda-tanda fenomena alam. "Pengetahuan astronomi orang Papua di Kepulauan Biak jauh lebih besar dari yang diharapkan orang primitif ini. Tentu saja terutama para navigator terampil yang menyadari rasi bintang dan posisi mereka di langit pada waktu-waktu tertentu. Cukuplah untuk mengatakan bahwa hanya dengan peta bintang yang terperinci dari rasi bintang Papua,  bahwa mereka memiliki nama terpisah untuk sejumlah besar rasi bintang dan planet. Pengetahuan mereka tentang hal ini setidaknya setingkat dengan Hindu-Jawa dan Bali dan mungkin melampaui pengetahuan ini."—Tulis Dr. W.K. H. Feuilletau de Bryun, 1938, hlm. 9

Pelayaran orang Biak keluar dari negeri leluhur pulau Biak, berlangsung selama berabad-abad. Setiap kampung dan setiap clan memiliki perahu-perahu besar berjenis Mansusu dan Wairon yang kerap digunakan untuk pelayaran jauh. Perahu-perahu ukuran besar biasanya memiliki nama-nama. Misalnya, perahu keret Koibur  bernama Inasi (Wai Inasi), perahu keret Kapisa bernama Mayawi (Wai Mayawi), ada juga Wai Sarakopyom, Wai Ponsauw, Wai Manwen, dan nama-nama lain yang di pakai oleh keret-keret. Pelayaran-pelayaran orang Biak ini ada yang disebut Faduren dan Wadwa istilah dalam dunia pelayaran orang Biak. 

Pada abad ke-21, seniman dan budayawan Denis Koibur yang juga merupakan seorang antropolog, mengikuti jejak leluhur pelaut Biak. Denis bersama timnya, membuat perahu Wairon ukuran 34, 9 meter pada 2017. Perahu ini dinamakan wairon "SWANDIBRU"  yang mana pelayaran ini dari pulau Biak hingga tiba di Samarai dan Alotau, Negara Papua Nugini (PNG) pada 2018. Pada 02 Oktober 2018, Wairon juga memasuki tanah Tabi, pantai Dok II, Jayapura. Dari tanah Tabi, kemudian pelayaran dilanjutkan lagi menuju Papua Nugini. Berbagai tantangan dan rintangan dilewati agar bisa sampai pada tempat tujuan.  

Navigator Denis Koibur mengisahkan perjalanannnya, "Saat kami hendak berlayar dari Pulau Karkar ke kampung Biliau ini, ombak dan badai datang, laut bergelora dari subuh. Tiga hari kami menunggu laut teduh agar bisa berlayar ke tempat ini. Wairon lambung laut sehingga jauh dari daratan. Seandainya tidak ada agenda di kampung ini maka kami mungkin bisa ambil jalur lewat pulau-pulau dan akan singgah di Siasi. Wairon berlayar dari pagi hingga gelap baru masuk kampung Biliau ini pas saat ombak dan angin disertai gerimis mulai turun. Masyarakat menyambut kami dan paduan suara anak-anak kecil dan remaja menyambut kami dan mengiringi kami menuju rumah adat. Di pesisir Utara PNG banyak kampung yang punya rumah adat dan masih kental dengan tradisinya terutama tari. Sebagian tempat di pesisir wilayah Madang Province ini seperti kita berlayar di danau Sentani baru lihat perbukitan yang ditumbuhi oleh alang-alang. Saya beri nama pada peta pelayaran ini menggunakan nama-nama tempat di wilayah west Papua bagian Utara. Ada yang seperti Yapen, Mamberamo, Sarmi, dan danau Sentani. Panorama seperti danau Sentani itu benar-benar unik, mungkin yang membedakannya adalah pasir putihnya, tapi selain dari itu terasa benar-benar seperti sedang berlayar di danau Sentani. Ciri khas pantai dan laut di Utara PNG itu sebagian besar bersih dari sampah pelastik dan yang luar biasa adalah berbagai jenis burung dalam jumlah banyak pulang tidur di pohon-pohon di kampung dan penduduk terutama anak-anak kecil tidak usik burung-burung itu. Saat Wairon hendak tinggalkan kampung ini, sebuah speed boat menghadang kami, kami kira ada masalah apa kah?  Ternyata orang-orang  di speed boat kumpul uang untuk kasih kami" (Facebook, Denis Koibur, 06/01/2020).       

Pelayaran Denis Koibur ini, mengingatkan kita pada masa lampau pelayaran suku Biak. Sebenarnya Denis Koibur telah mengulangi pelayaran yang dilakukan oleh leluhurnya. Oyang Denis Koibur merupakan Manbri dan palaut ulung yang hidup pada 1800-an. Oyangnya bernama KABO KAPITARAUW SAWAI KOIBUR. Sawai Koibur sering melakukan perjalanan ke tanah Tabi hingga ke Papua Nugini. Sawai juga sering bergabung dengan para manbri dari beberapa kampung sekutu untuk melakukan pelayaran. Misalnya, pada 1886, beberapa kampung di pulau Biak dan Supiori: Orang Bosnik, Mokmer, Orang Sorido-KBS, Orang Sowek dan Korido melakukan pelayaran ke wilayah teluk Cenderawasih dengan sekitar 80 armada.    

Pada pertengahan abad ke-18 sampai awal abad ke-19, kelompok orang Bosnik-Swaporibo, melakukan pelayaran bahkan sampai di Rabaul, PNG untuk mencari burung Cenderawasih dan berdagang di sana.  Mereka menyusuri pesisir tanah Papua sambil berdagang hasil tempaan besi seperti parang dan pisau. Esistensi pelaut Biak dalam dunia pelayaran sudah lama eksis. Dan pada abad ke-21, Denis Koibur, sang navigator Wairon Swandibru kembali  mencatat jejak pelayaran orang Biak. 

Post a Comment for "DENIS KOIBUR: SANG NAVIGATOR WAIRON PELAYARAN ABAD KE-21"