KISAH CINTA SERDADU NIPPON DAN INSOS BIAK DALAM KELAMNYA PERANG DUNIA II - Manfasramdi
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KISAH CINTA SERDADU NIPPON DAN INSOS BIAK DALAM KELAMNYA PERANG DUNIA II

Perang di pulau Biak 1944


KALA itu di tahun 1944, terjadi peperangan yang dasyat di pulau Biak dan sekitarnya. Angin sejuk berubah menjadi angin darah, kembang anggrek segar kering tak bernyawa. Di dasar laut yang dalam ikan-ikan berseru meminta tolong. Ikan yang dijuluki Inarar seakan-akan kata-katanya tergenapi, in beba sya, san in kasun sya. Bangsa-bangsa besar dengan kekuatan tempur yang mumpuni meluluhlantakan pulau Biak, orang-orang pribumi harus menerima kenyataan tanah leluhur mereka dihancurkan di depan mata, mereka berlari tanpa arah dan tujuan.   

Di saat situasi yang tak menentu dan penuh derita, mekarlah cinta di antara serdadu Nippon atau Dai Nippon (panggilan tentara Jepang dikala itu) dan Insos Biak. Laki-laki Jepang itu bernama Hamasu, dan perempuan Biak itu bernama Novela alias Inseren Boki. Mereka adalah dua pasangan berbeda kebangsaan yang bertemu dalam perang dunia ke-2 antara Jepang dan tentara sekutu.

Kisah mereka ini berawal ketika Novela tidak sengaja menemukan Hamasu yang tengah terluka parah tertembak musuh, dibagian kaki kiri dan kanan. Hamasu berlumuran darah tanpa ada yang menolongnya. Ia bersandar di akar pohon beringin tua yang besar dan ketika hari mulai gelap nafasnya semakin tak menentu, tanpa harapan, nyaris mati. Ketika Novela melewati sebuah jalan berliku-liku, Novela bertemu dirinya namun Novela enggan menolongnya sebab Ayahnya telah berpesan bahwa serdadu Jepang semuanya jahat. Ayah Novela sendiri terbunuh saat terjadi tembak menembak antara Serdadu Jepang dan Serdadu Amerika. Sakit hatinya tak pernah sey dari hati dan pikirannya. Ia pun berjalan tanpa ada rasa peduli, kira-kira 20 langkah dari serdadu yang sekarat itu, Novela mendengar teriakan dan tangisan dari Hamasu. 

Pria paruh bayah itu, memanggil-memanggil Novela dengan kalimat "wafnobek aya.....Aye! wafnobek aya" ini adalah kalimat dalam bahasa Biak yang berarti tolonglah saya...aduh! tolonglah saya.  Dengan kaget dan rasa heran Novela pun berbalik, ia mendekati serdadu itu. Dalam hatinya ia pun bertanya mengapa pria Jepang itu bisa meminta tolong menggunakan bahasa Biak? Ia mendekatinya dan membalas "Imbo na yafnobek au".  Artinya "Ya saya akan menolongmu". Ketika itu juga Novela mengangkatnya dan membawa pria terluka itu ke rumah gubuk milik Pamannya. Kebetulan, Novela bukan wanita lemah, dia tinggi perkasa dan kuat berkebun, urat ototnya memancarkan semangat rajin bekerja dan yang pasti dia tidak sombong.  

Setiap harinya, Novela mengobatinya dengan "Ui Manbri" sejenis tumbuhan yang memiliki kasiat untukk menyembuhkan luka berat; ia merawatnya dengan baik sekali, sampai ia pulih dari luka-lukanya. Sesekali, ia memberinya swansrai (sauger) yang ia masukan dalam botol Jepang, seolah-olah itu minuman dari Jepang. 

Meski sudah membaik, Hamasu tak berani berjalan sembarangan mengingat banyak serdadu sekutu selalu mengintai serdadu Jepang. Insos Biak ini selalu memberikan perhatian yang penuh kasih kepada  lelaki Jepang itu. Novela memberi nama baru kepadanya yakni Kandera untuk menyebut Hamasu. Nama ini mengingatkan perjuangan Novela dalam menolong Hamasu yang memang saat itu sangat menderita.  

Kandera alias Hamasu tak banyak berbicara, diam-diam ia menulis kata-kata puitis tentang Novela, sang Insos Byak itu. Terurai kata-kata cinta yang menggambarkan isi hatinya. 

"Oh bungaku, bunga karang hitam, engkau ratu jiwaku, selalu menjadi panutan kasih jiwaku. Oh aku lelaki tak berdaya, yang nyaris mati, aku layu, kurus tak bernyawa namun kasih cintamu begitu besar dari serdadu Nipon, bangsaku. Kami datang untuk membunuh, tapi kau datang dalam hidupku sebagai pembebas, bunga cinta sejatiku, kasihmu begitu besar. Kau matikan rasa jahatku, kau tumbuhkan rasa sayang. Aku ingin bersamamu biarpun maut di depan mataku.....Novela putri cintaku, aku sayang kamu dengan sepenuh jiwaku, jika nanti aku harus pergi dalam kematian, kau tetap menjadi cinta sejatiku di pulau Biak, pulau batu karang..........Novela......aishteru......Hamasu."

Setelah menulis apa yang dirasakannya, ia melipat kertas itu dan memasukannya kedalam bambu, dan menaruhnya di sudut dinding rumah gaba. Novela sama sekali tak mengetahui surat tersebut. Ketika invasi sekutu semakin dasyat, Hamasu harus mencari kelompoknya untuk berperang lagi, ia pun harus pergi meninggalkan Novela.  Setelah beberapa hari mencari serdadu Jepang yang lain, ia pun kembali mencari Novela, selama beberapa hari selalu terbayang wajah Novela berambut keriting itu. Tak ada semangat untuk mengangkat senjata lagi, ia lelah dengan kekejaman dan pembantaian sesama manusia hanya demi harga diri sebuah negara dan bangsa, sampai melupakan arti sesungguhnya dari kasih yang sejati.

Ketika bertemu lagi dengan Novela, ia mencurahkan isi hatinya bahwa ia sangat mencintai Novela. Ia berjanji, jika perang ini berakhir ia ingin menikahi Novela dan membawanya ke Jepang. Ia berharap Novela mau menerima cintanya. Meski Novela sulit mengungkapkan isi hatinya, Novela diam-diam menyimpan rasa cintanya. Cinta mereka melewati banyak rintangan dalam perang dunia II. Masa-masa suram terus menghantui Novela, apakah Kandera akan selalu bersamanya nanti? Entahlah ia selalu berdoa dan berdoa demi laki-laki Nipon itu. 

Ketika, pasukan ankatan darat Amerika menyerang beberapa titik lokasi keberadaan pasukan Nipon, ternyata ada Hamasu di dalamnya. Seorang tentara Amerika mendengar teriakan yang berbeda dari setiap serdadu Nippon. Terdengar suara lantang dari Hamasu yang berteriak Novela.......Novela....Aku Telah Pergi.....Ingatlah Diriku Cintaku, Aishteru Novela. Sesaat kemudian tak lagi terdengar suara. Ketika perang itu berakhir, banyak korban jiwa, di pihak Jepang sekitar 6000 serdadu Nipon tewas. Serdadu Amerika itu penasaran siapakah sosok Novela dalam teriakan itu. Ia pun mencari tahu sosok wanita tersebut. 

Ketika berjalan di sebuah kampung terdengar nama Novela, sordadu itu pun mendekati dan bertanya, "Hei...apakah kamu adalah Novela?" Wanita itu menjawab, "Ya..saya Novela". Ketika itu, air mata serdadu Amerika mengalir deras dipipinya. Ia bertanya lagi, "Apakah kamu berteman dengan serdadu Jepang?" "Ya...saya punya kekasih seorang Nipon", Jawab Novela. Serdadu itu mengatakan "Kekasihmu telah pergi meninggalkanmu, di negerimu sendiri".

Novela menangis sejadi-jadinya dengan gaya tangisan orang Biak. Ia mengangis dan berkata, "Oh...tuanku, oh ..kekasihku, engkau datang dari negeri yang jauh, mencintaiku hanya sebentar dan pergi selamanya. Kau berjanji mebawaku ke negerimu, namun sekejap saja, kata-katamu termakan kubur. Janji itu sangat menyakitkan hatiku dan negeriku......oh Mansyowi yejano, wabur aya fanamba. Kankanes bepon bepur naburi namyomek."

Ia juga menemukan surat tulisan Hamasu, namun tak mengerti apa arti dari surat itu, ia tetap menyimpannya dan menjaga agar surat tersebut suatu saat nanti ada yang bisa mengartikannya. Tahun pun berlalu begitu cepat, kenangan manis itu seakan terkubur mati dalam memori. Novela kini telah berkeluarga dan menikah dengan pria sesukunya, ia menamakan salah satu anaknya Hamasu. Di suatu hari salah satu anaknya menemukan surat yang penuh debu dalam setumpuk barang-barang tua, ia mengambilnya dan menanyakan surat tersebut kepada Novela, ibunya. Ibunya mulai menceritakan kisah masa lalunya, anaknya pun menjelaskan isi surat itu kepada ibunya yang kini menjadi seorang nene yang berumur. Matanya memancarkan cahaya masa lalu yang diingatkan kembali melalui surat tersebut.   

Post a Comment for "KISAH CINTA SERDADU NIPPON DAN INSOS BIAK DALAM KELAMNYA PERANG DUNIA II"