Kisah Para Pedagang Cina di Papua Kampung Manduser Bosnik
Seorang Pedagang Cina dan Anaknya di Bosnik, 1930-an |
ETNIS Tionghoa (Tionghwa 中華) atau yang sering kita kenal sebagai orang Cina memiliki jiwa dagang yang tinggi, mereka memasuki berbagai tempat terpencil hampir di seluruh pelosok pulau-pulau Nusantara. Jejak-jejak mereka terekam dalam berbagai catatan tempo dulu bahkan generasi mereka sampai hari ini masih dapat kita jumpai di berbagai daerah di Indonesia.
Orang Tionghoa terdiri dari berbagai kelompok-kelompok suku seperti Kanton, Tiociu, Khek (Hakka), dan
sebagainya. Di Papua mereka tidak asing lagi, hampir di setiap daerah di Papua ada
orang Cina, bahkan perkawinan antara orang Papua dan Cina memiliki identitas
tersendiri di bumi Cenderawasih. Seperti ada istilah PERANCIS (Peranakan Cina Serui), CIKO (Cina Korido), CISO (Cina Sowek), CIBO (Cina Bosnik) dan sebagainya.
Periode
1600-1700-an
Masuknya
Pedagang Cina di pulau Biak khususnya di Bosnik tidak diketahui dengan pasti.
Tapi ada sedikit petunjuk mengenai keberadaan mereka di pulau Biak. Penjelajah
Belanda Jocob Le Maire dan Willem
Corneliz Schouten berlayar hingga di kepulauan Padaido, Biak Timur pada
tahun 1616 di sana Jacob le Maire, melihat penduduk Padaido ada yang memiliki porselen Cina dan manik-manik berwarna kuning”. (Kamma, 1972:41), apakah mungkin para
pedagang Cina sering berlayar ke Biak? mungkin saja namun tidak selalu sebab
pada periode tahun 1600-an kebanyakan pelaut Biak yang sering berlayar ke
Halmahera untuk melakukan barter kemudian membawa pulang berbagai barang
berharga seperti kain timor, senjata, piring porselen cina, manik-manik, budak
dan berbagai jenis barang.
Komoditas
barter yang sering di bawa orang Bosnik ke
Maluku adalah amber (ambergris), budak,
burung, kulit penyu, sagu, mutiara, tripang, samfar dan barang dagang lainnya. Mereka sering
berdagang hingga ke Tidore, Ternate untuk menukarnya dengan para pedagang China, Bugis, Makassar, Ternate-Tidore.
Roorda van Eysinga, Philippus Pieter (1796-1856) dalam bukunya Handboek der Land-en Volkenkunde, Geschied-,
Taal-, Aardrijks en Staatkunde van Nederlandsch Indie volume II (1841), dia
menulis tentang situasi perdagangan di pulau Jailolo, Halmahera Barat pada
1600-1700-an. Mengenai orang Papua, dia mengatakan bahwa di pulau Jailolo (Batu
China) orang Papua terlibat. "Ekspor
terdiri dari Emas, Mutiara, Penyu, Sarang burung Walet, Sagu, Tripang,
Rempah-rempah dan buah-buahan. Orang Bugis, Orang Papua dan Orang China
berdagang di pulau ini". (Pieter, 1841: 271)
Periode 1800-1900-an
Dalam analisa
penulis bahwa pada periode 1600-an dan 1700-an belum ada orang Cina yang
menetap di Bosnik dan sekitarnya. Memasuki periode tahun 1800-an barulah ada
pedagang Cina yang menetap di Bosnik khususnya di kampung Manduser. Ketika
getah damar memiliki prospek yang bagus dalam dunia perdagangan dunia, para
pedagang Cina membaca peluang tersebut, dan Bosnik merupakan salah satu
penghasil terbesar damar di pulau Biak.
Copal damar
mulai diperdagangkan di Bosnik pada tahun 1800-an, kedua zendeling kawakan J. L. VAN HASSELT dan W. L. JENS sewaktu berkunjung ke
Bosnik pada 10 Juli 1882, Van Hasselt
mengamati bahwa , 'dalam beberapa tahun terakhir orang Bosnik sudah menjual
ribuan pikol damar'. Menurut laporan lain di masa itu sudah ada pedagang Cina
di kampung Manduser. Mengingat damar merupakan komoditas yang menguntungkan,
banyak pula orang Cina mulai berdatangan ke Biak dan tinggal di Bosnik. Wilayah
Bosnik dan Mokmer menjadi tempat strategis untuk transaksi dagang. Karena prospek
perdagangan dan pertumbuhan ekenomi mulai nampak, para pedagang Cina,
masyarakat setempat maupun pemerintah Belanda mulai mengelolanya. Selain para pedagang Cina, ada juga pedagang
Bugis-Makkasar, orang Eropa, dan Orang Maluku.
Rumah Perdagangan di Bosnik, 1927 |
Sejak 1800-an hingga 1900-an, beberapa pedagang Tionghoa yang menetap dan membangun bisnis mereka di Bosnik adalah Pan
Tjin Lok, Oej Tjioe, Ang The, Lin Teng, Oei Ling, Oei Pin Boo, Ngo Nai, dan Tan
(Tania), Kho, Thung, Soe, Kho (Kho Hon Gan), Lee, dsb. Pedagang
China ini ada yang menikah dengan orang Bosnik, maupun dengan penduduk pulau
Biak dari kampung lain. Ada yang menikah dengan perempuan dari kampung Sowek seperti marga Mansawan, marga Rumbekwan, marga Kurni, marga Kawer dan beberapa marga lainnya. Seorang wanita yang berasal dari marga Kurni bernama Berendina menikah dengan seorang Tionghoa bernama Gobby Oei (Gobi Ui) mereka menjalankan bisnis mereka di kampung Woniki sejak pertengahan tahun 1900-an. Ada lagi seorang seorang perempuan bernama Insernfadi M. Mansawan yang menikah dengan seorang pria Tionghoa dari marga Loo dan mendapat tiga orang putera Loo Kim, Loo Kim Tjai dan Loo Kim Hook. Kebanyakan peranakan Cina-Biak ini menggunakan marga ibunya selain marga Tionghoa-nya.
Seperti beberapa keluarga Tan di Biak (Bosnik) moyang
mereka awalnya datang ke pulau Yapen, Serui dan berdagang di sana, belakangan turunannya menyebar ke Biak. Banyak anak-anak mereka yang lahir di Bosnik, dan di kampung Inofi-Manduser kita bisa melihat kuburan-kuburan tua orang-orang Cina.
Sejak 1910-1937,
produksi damar Bosnik mencapai 6980 ton. Dr. W.C. Klein juga melaporkan bahwa Nederlandsch Nieuw-Guinea mengekspor hampir
1000 ton damar lebih banyak dari tahun sebelumnya yaitu mencapai angka 2.574
ton pada tahun 1937. Dan pada tahun 1937, Bosnik menghasilkan 231 ton (Jurnal De Handel Van Nederlandsch en Australisch
Nieuw-Guinea, 1934, hlm. 255). Ekspor damar Nieuw Guinea ke beberapa negara
seperti Jepang, Cina, Afrika, Australia, Amerika dan Eropa.
Hingga hari ini masih dapat dijumpai orang Tionghoa dan keturunan peranakan Cina-Biak di Bosnik, Papua. Beberapa keturunan Cina banyak tersebar di pulau Biak dan Supiori ada yang masih tetap menjalankan bisnis mereka.
1 comment for "Kisah Para Pedagang Cina di Papua Kampung Manduser Bosnik"