CHRISTIAN FATAHAN: GURU DAN MUSIKUS TEMPO DULU PAPUA - Manfasramdi
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

CHRISTIAN FATAHAN: GURU DAN MUSIKUS TEMPO DULU PAPUA

  

Christian Fatahan
Sumber: KITLV
GURU CHRISTIAN FATAHAN MENIUP TEROMPET, 
1930-AN


TALENTA-talenta anak Papua dalam memainkan alat musik dan bernyanyi sudah terekam dalam sejarah musik tanah Papua sejak lama. Jiwa musik sudah tertanam dalam diri orang Papua sejak kecil. Di gunung, lembah, dan pesisir Anda akan mendengar lantunan melodi musik tradisional dan nyanyian tradisional yang menyentuh hati, menyayat hati dan menggembirakan. Nyanyian leluhur telah menggemah dan menjadi pijakan bagi generasi-generasi berikut. 

Lantunan-lantunan nada terus mengiringi setiap derap langkah kaki dan lajunya perkembangan musik Papua. Sosok talenta salah satu anak Papua tempo dulu yang akan dibahas dalam artikel ini adalah Christian Fatahan. Ayo! Kita telusuri jejaknya.  

Banjori alias Adam Bin Fataha (±1913-1958) adalah anak peranakan Arab-Maluku-Papua. Di Sarmi orang memanggilnya Banjori (Banyori)Ayahnya bernama Fataha Bin Hasan (±1880-1920-an-?) yang berasal dari Maluku (Ternate-Tidore), keturunan Arab-Maluku. Ayahnya melakukan perjalanan panjang sampai di tanah Papua sebagai pedagang dan pemburu burung Cenderawasih. Dia menetap di pulau Sawar Sarmi, bertemu cinta sejatinya seorang wanita Papua yang berasal dari suku Sobey. Ia menikah perempuan dari marga Iroti dan lahirlah seorang anak yang belakangan disebut Christian Fatahan. 

Tampaknya Fataha Bin Hasan, ayah Christiaan ini, yang diceritakan oleh Zendeling F. J. F. van Hasselt dalam perjalanan  ke Sarmi pada 1912. Di sana Van Hasselt bertemu dengan seorang pedagang yang bernama Adolf yang tinggal di Sarmi. Adolf ini istrinya orang Papua, mereka bertemu dengan Van Hasselt dengan membawa 15 butir telur ayam untuknya. (Berigten van de Utrechtsche Zendingsvereeniging, 1912) Dalam catatan itu Van Hasselt menyebut  "Menadoneesch" atau orang Manado. Penjelasan lain dalam buku F. C. Kamma, bahwa Tuan Van Hasselt berjumpa dengan seorang Ambon yang kawin dengan perempuan Papua. Orang Ambon ini menceritkan kepada Van Hasselt bahwa orang Sarmi hendak membongkar kuil roh, sebab banyak orang meninggal karena sejenis penyakit. (Kamma, 1993:387


Ayahnya Christian
Pemburu burung Cenderawasih, 1910
Seperti tampak dalam pada foto ini, ada seorang pria non Papua, diantara dua orang Papua. Pria ini merupakan salah satu pemburu burung Cenderawasih yang di potret tahun 1910 di wilayah Papua yang keterangan tempat tidak diketahui dengan jelas. Apakah dia adalah Fataha Bin Hasan ayahnya guru Christiaan? Tidak diketahui. 

Fataha Bin Hasan dan perempuan Sobey (Sarmi) marga Iroti ini, dikarunyai dua orang anak lelaki dan perempuan. Yang lelaki adalah Adam Bin Fataha (Christian) dan yang perempuan bernama Djaria (Juharia).  Ayahnya sering mengajari Chistian mengaji, dan berharap kelak nanti Christian juga bisa seperti ayahnya, menjadi seorang muslim.  

Pada 1923-1925, Zendeling Albertus Johannes De Neef menetap di Wakde dan belakangan tinggal di Sarmi. Christian (Adam) diangkat oleh De Neef sebagai anak piara, sehingga Christian sering pergi bertemu tuan De Neef. Pada waktu itu, Christian berumur kira-kira 10 tahun. Pada 1925-1926?, De Neef pindah ke Hollandia, menurut cerita lisan, Christian menyelinap dalam perahu yang berlayar ke Hollandia (Jayapura) yang tidak diketahui oleh tuan De Neef. 

Kisah mengenai Christian ini, tercatat dalam buku Een fakkeldrager in het dal der schaduwen, karya F. C. KAMMA, yang menceritakan kisah dari sang guru "Christiaan", dikisahkan bahwa sebelum mendapat nama Christiaan awalnya dia bernama Banjori (Adam Bin Fataha) setelah mendapat baptisan barulah dia dinamakan "Christiaan". 

Dalam buku itu diceritakan bahwa tuan De Neef dan seorang pedagang Cina akan berlayar ke Hollandia (Jayapura sekarang). Pedagang Tionghoa ini kemungkinan adalah Bok Goan Nan, yang pernah mengundang Van Hasselt pada waktu dia berkunjung ke Sarmi.   

Sebelum keberangkatan, Banjori alias Christian memohon kepada Zendeling De Neef agar ia bisa ikut bersamanya ke Jayapura. De Neef memang menginginkan agar anak itu bisa ikut bersamanya, sayangnya orang tuanya tidak mengizinkan anaknya bahkan sang anak mendapat ancaman dari orang tuanya.

Pada malam hari waktu tuan De Neef sedang beristirahat Christian kecil mendatanginya dan mengutarakan lagi niatnya untuk ikut bersama sang tuan ke Hollandia. De Neef tahu bahwa jika sang anak ikut bersamanya ini bisa menyebabkan anak itu mendapat masalah dengan orang tuanya.

De Neef tidak menginjikan sang anak, namun Christian punya rencana tersendiri. Semalam ia tidak tidur, dengan diam-diam ia menyelinap di dalam perahu tanpa sepengetahuan tuan De Neef dan orang tuanya. 

Keesokan harinya, tuan De Neef dan pemilik kapal, orang China itu, mulai melakukan perjalanan. Mereka pun berlayar, dalam perjalanan Tuan De Neef ingin mengambil sesuatu yang tersimpan dalam palka, pada saat ingin mengambil barang ia pun sangat terkejut! Ternyata anak itu bersembunyi dalam sekunar. Itulah awal kisah epik pemuda Papua Christian Fatahan, yang berjuang sebagai seorang pria tangguh.  Singkat cerita ia pun bersama tuan De Neef, ia mendapat didikan dari orang tua Eropanya. Belakangan ia tumbuh menjadi seorang pria yang trampil sebagai seorang pengajar yang bersemangat.       

Christian Fatahan
Christian Muda
Berbekal ilmu musik yang diajarkan oleh orang tua angkatnya De Neef, Christian mahir dalam memainkan alat-alat musik Eropa seperti terompet, trombon, drum bas, maupun beberapa jenis alat musik lainnya. Dalam foto 1940-an seperti terlihat di atas, guru Christian Fatahan, sedang meniup terompet. 

Keterampilan dalam bermain trompet dan alat musik lainnya ini, menjadi warisan berharga bagi turunannya. Sebagaimana anaknya yang bernama Isak Samuel Fatahan (1938-1980?) yang kerap disapa Mimi Fatahan,  merupakan salah satu musik tokoh Papua yang dikagumi oleh para pemusik Papua. 

Ayah Mimi Fatahan merupakan tokoh orang Papua di masa lalu yang dikenal bukan saja sebagai seorang guru penginjil, namun keterampilannya dalam memainkan alat musik, menjadi dorongan moril dan penggerak dalam diri Mimi Fatahan, anaknya. 

Catatan mengenai karir Mimi Fatahan maupun musikus orang Papua dalam sejarah musik modern di tanah Papua, telah ditulis oleh  I.Igir.M.AI, Qatiri, Dkk dalam buku Menelusuri Jejak Langkah Sang Legenda, Black Brothers. 

Sejarah musik di tanah orang Papua, telah lama berkembang dan menunjukkan eksistensi mereka sebagai pemusik Papua. Kini, banyak sekali anak-anak Papua era abad ke-21 yang telah sukses dalam berbagai karya-karya orginal mereka. 

Christian Fatahan telah menitihkan karirnya bukan saja sebagai seorang guru bagi tanah Papua. Namun, kecintaannya pada musik telah menginspirasi generasi setelahnya untuk terus mempelajari keterampilan bermusik.

Post a Comment for "CHRISTIAN FATAHAN: GURU DAN MUSIKUS TEMPO DULU PAPUA "