SAMFAR, APERIARI, SAPARO BUDAYA DAN ALAT TUKAR ORANG TELUK SAIRERI - Manfasramdi
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SAMFAR, APERIARI, SAPARO BUDAYA DAN ALAT TUKAR ORANG TELUK SAIRERI

  

Samfar
Stichting Papua


SAMFAR DALAM MITOLOGI ORANG TELUK SAIRERI

Dalam kebudayaan suku-suku di pesisir utara Papua, Samfar tidak saja digunakan sebagai harta atau benda bernilai, melainkan mengandung nilai budaya dan terdapat cerita-cerita legenda di dalamnya. Asal muasal nama "Samfar (Biak Numfor), Amperiari (Yapen), Saparo, Sapari (Waropen)" ketiga nama ini memiliki akar yang sama merujuk pada bintang yang disebut "Sampari". Dalam mitologi orang Waropen dan Biak bahwa Saparo (Samfar) berkaitan dengan bintang pagi atau disebut Mak Sampari.    

Ada sebuah upacara yang dinamakan Munara Panai Samfar. Kalau anak itu perempuan dan berumur kira-kira 4-5 tahun, maka ia digelangi dengan gelang kulit kerang (yang digosok dari jenis kerang trochus). Tujuan yang tersirat dari acara itu ialah agar anak perempuan itu belajar bergerak dengan hati-hati, supaya gelang-gelang itu tidak pecah. Gelang-gelang itu adalah tanda dari bintang pagi (Sampari) yang merupakan lambang khas wanita dan merupakan bagian dari lambang-lamhang yang termuat dalam mitos. 

Gelang-gelang itu juga dan terutama merupakan tanda ikatan akrab seorang wanita dengan keret (klan)nya dalam perjalanan hidup selanjutnya, juga setelah kawin dan berada dalam klan yang asing baginya. Hal ini diungkapkan juga melalui gelang-gelang perak (sar beur) yang dihadiahkan pula kepada orang yang sudah dewasa. Orang-orang asing pun diterima dalam lingkungan klan sendiri dengan cara mengenakan hadiah gelang itu.(Kamma, 1981:281-282). 

Bagaimana orang Biak-Numfor pada zaman dulu melakukan suatu transaksi dagang atau pembelian? Selain sistem barter yang dilakukan secara barter, baik barang dengan barang yang sudah diatur bersama oleh teman dagang atau yang dalam bahasa Biak disebut Manibob. Penggunaan benda bernilai yang disebut Samfar juga digunakan sebagai alat pembayaran.  

Samfar adalah sebuah benda yang digunakan pada masa lalu untuk melakukan aktifitas jual beli. Samfar juga ini memiliki banyak fungsi selain menjadi sebuah alat pertukaran dalam perdagangan. Dalam pemberian mas kawin atau yang disebut ararem dalam bahasa Biak, Samfar menjadi bagian penting dalam ararem. Sebelum masuknya keramik-keramik Tiongkok di Papua, Samfar memegang peranan penting sebagai mata uang.  

Samfar merupakan sebuah alat pembayaran jaman dulu yang digunakan orang pesisir tanah Papua untuk melakukan aktifitas pembayaran antara sesama orang Papua maupun para pedagang. Dalam acara adat Samfar merupakan alat tukar serta memiliki nilai prestise. Selain itu Samfar juga bisa menjadi sebuah barang atau hadiah dalam sebuah acara kematian. 

JENIS DAN BENTUK SAMFAR

Samfar berasal dari bahasa Biak, yang kemungkinan besar berasal dari kata Sampari. Sampari sendiri berarti bintang pagi. Bintang ini identik dengan kebudayaan orang Biak Numfor sehubungan tradisi adat mereka. Orang Yapen Waropen menyebutnya Saparo, Ampareairi. Ada juga yang menyebutnya Paseda. Nama "Paseda" merupakan bahasa Melayu Tidore (Maluku).  

Samfar, mata uang
Gelang Samfar dengan berbagai ukuran

Pada umumnya bentuk Samfar didesain melingkar atau bulat. Samfar sendiri terbuat dari kerang laut yang dalam bahasa Biak disebut Sanon atau Kadwor.  Proses pembuatan Samfar cukup menguras tenaga dan waktu sehingga merupakan barang bernilai di masa lalu. 

Samfar dikategorikan kedalam beberapa jenis dan bentuk. Sehingga orang Biak membedakannya berdasarkan ukuran dan bentuk. Berikut beberapa nama-nama Samfar yang tercatat dalam literatur berbahasa Belanda:

1. SAMFAR SNON: Gelang Laki-laki 

2. SAMFAR SNONKBOR: Gelang Pemuda

3. SAMFAR MAMBRASARI: Gelang tangan kiri

4. SAMFAR BIN: Gelang Perempuan 

5. SAMFAR MKAMOR (Samfar Mkamor):  Gelang bermata

6. SAMFAR ROPUK BEFA: Gelang bintang tujuh

Mungkin saja ada lebih banyak jenis-jenis atau bentuk Samfar di masa lalu. Namun tidak banyak tercatat dalam dokumen-dokumen tertulis. Selain Samfar masih ada berbagai bentuk dan jenis-jenis gelang yang dikenal orang Saireri seperti dikalangan orang Biak Numfor ada Brawen, Sarak, Saramburi, Mis, Rofafyai, dan berbagai jenis lainnya.  

Baik kaum pria maupun kaum wanita, samfar merupakan perhiasan antik yang menjadi bagian dari adat dan perlengkapan untuk merias diri agar tampil elegan dan menarik. Proses pembuatan samfar kini mulai pudar tidak ada lagi produksi gelang samfar. Samfar menjadi sebuah bukti akan adanya aktifitas dagang di masa lalu dan menjadi sebuah identitas  bernilai suku-suku di teluk Cenderawasih pada masa lampau. 

Alat pembayaran ini termasuk luas penyebarannya baik di Papua, Papua Nugini hingga kepulauan Maluku. Dan khususnya orang teluk Saireri, Samfar (Saparo) merupakan salah satu benda bernilai yang digunakan dalam berbagai transaksi bisnis, mas kawin, dan fungsi-fungsi lainnya. 

Pada masa kini, metode pembayaran masih digunakan sistem pembayaran berupa uang kertas maupun pembayaran dilakukan secara elektronik. Bahkan kini dikenal juga dengan mata uang cripto yang sering disebut bitcoin. Mata uang digital ini menggunakan kriptografi sebagai pengaman dan disave secara digital. 

Sejarah transaksi bisnis menggunakan berbagai alat tukar yang bernilai sebenarnya telah lama ada bahkan di antara bangsa-bangsa yang dianggap terbelakang. Manusia terus menciptakan berbagai sistem keuangan dalam memenuhi kebutuhan transaksi.  

Selain suku-suku seperti disebutkan diatas, di tanah Papua sendiri ada beragam suku dan sistem perdagangan yang menggunakan berbagai barang yang dianggap bernilai. 

Post a Comment for "SAMFAR, APERIARI, SAPARO BUDAYA DAN ALAT TUKAR ORANG TELUK SAIRERI"