SEJARAH MUSIK MODERN DI TANAH PAPUA - Manfasramdi
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SEJARAH MUSIK MODERN DI TANAH PAPUA

MUSIK TRADISIONAL & BARAT DALAM KEHIDUPAN ORANG PAPUA

Musik bagi kehidupan orang Papua bukanlah suatu hal baru bagi mereka. Sebab berabad-abad lamanya mereka hidup dengan kekuatan musik tradisional, musik telah lama menyatu dalam jiwa dan raga mereka yang bisa terlihat dalam kebudayaan orang Papua yang diwariskan dari generasi ke generasi. Dan itu bertahan berabad-abad lamanya sampai masuknya peradaban musik baru berciri khas musik asing, atau kita sebut musiknya orang Barat. Musik tradisional orang Papua jika disatukan mencapai puluhan jenis alat musik pada setiap masing-masing Suku. 

Musik dan nyanyian tradisonal orang Papua berkaitan erat dengan adat istiadat, kepercayaan, serta agama adat mereka. Ada satu ungkapan orang Biak di masa lalu, "Nggowor Ba Ido, Na Nggomar" secara harfiah berarti "Kalau kami tidak bernyanyi, kami akan mati". Sebuah ungkapan makna yang menggambarkan perilaku musik di masa lalu bagi orang Papua merupakan hal yang tidak bisa terpisahkan dari adat itu sendiri. Nyanyian tradisional mengisahkan banyak hal tentang kehidupan manusia Papua mulai dari kelahiran, pertumbuhan sampai pada kematian. 

PERIODE TAHUN 1775-1929

Babak baru musik modern yang dinamis mendorong orang-orang Papua untuk mengupdate dan belajar memainkan bunyi-bunyi baru yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya. Pengetahuan mereka tentang bunyi-bunyi instrumen barat, menjadi sesuatu yang baru dan menjadi hal menarik dalam pendengaran mereka. Tidak diketahui pasti, kapan musik barat itu pertama kali di dengar oleh orang Papua. Tapi, mungkin saja orang Papua di wilayah kepala burung yang pernah melakukan kontak dengan orang-orang Portugis dan Spanyol, pasti telah mengenal alat-alat musik bangsa Eropa pada pertengahan tahun 1500-an?. 

Pengetahuan dan perkembangan orang Papua tentang musik Barat atau Musik Eropa, berbeda-beda dari satu tempat dengan tempat lainnya di wilayah tanah Papua. Di masa lalu, orang-orang Papua yang pertama kali melihat dan mendengar alat musik Eropa sangat tercengang dan penuh penasaran. Ini bisa terlihat dari catatan seorang pelaut berkembangsaan Inggris, Sir Thomast Forrest, pada 09 Februari 1775, dia tinggal di Manokwari. Dia mengamati kehidupan masyarakat Doreri, pada suatu kesempatan dia mendengar dua perempuan Doreri bersanandung, diapun mengeluarkan "Seruling Jerman" dan dia pun memainkannya. Apa yang terjadi? Dia menulis, 
"Mereka sangat penuh perhatian, semua pekerjaan berhenti seketika ketika saya mulai. Saya kemudian meminta salah satu wanita untuk bernyanyi dan dia melakukannya. Lagu yang dinyanyikannya sangat melodis, dan suaranya jauh lebih unggul daripada orang Melayu pada umumnya". (Forrest, 1779: 104-105)
Sang Kapten itu, mengagumi suara orang Papua, bahkan menurutnya lebih bagus daripada orang Melayu. Sebaliknya orang Papua juga mengagumi alat musik Barat yang bagi mereka itu hal baru. Perkembangan musik modern, tidak terlepas dari pengaruh masuknya orang-orang Eropa di tanah Papua. Misalnya, di wilayah teluk Cenderawasih atau Saireri. Orang Doreri Manokwari mulai mengenal alat-alat musik barat yang di perkenalkan oleh kedua misionaris Johan Gottlob Geissler dan Carl Wilhelmn Ottow pada tahun 1855. Alat musik seperti biola, harmonium dan akordeon di mainkan oleh mereka. Karena jiwa musik sudah tertanam sejak lahir dalam diri orang Papua sehingga ini tidak menjadi kesulitan bagi mereka untuk mempelajarinya di kemudian hari. 

"Di jemaat mereka, Ottow biasa mengiringi lagu dengan sebuah biola, dan Geissler dengan akordeon. Aneh? Tetapi kemudian hari akan ternyata bahwa orang Irian memiliki pendengaran musik yang baik, sedangkan interval musik Barat tidaklah memberikan kesukaran kepada mereka." (Kamma, 1981:236). Begitu juga pada masanya J.L. Van Hasselt, alat musik "orgel" atau organ di mainkan dalam acara gerejawi.  "Dalam bulan Agustus tahun itu juga (1883) Van Hasselt mempermandikan seorang tebusan yang namanya Filipus. Nama ini di kemudian hari akan berkali-kali kita jumpai. Dalam upacara permandian banyak orang hadir. Boleh dicatat bahwa kebaktian itu' dilaksanakan sepenuhnya dalam gaya Belanda, lengkap dengan orgelnya (organ)." (Kamma, 1982:267) 

Perkembangan musik bagi kehidupan orang Papua pun terus berlanjut. Pada tahun 1923, I. S. Kijne, yang ahli dalam bidang musik, juga mulai mengajar anak-anak Papua untuk belajar memainkan musik di Mansinam. Hasilnya, banyak anak-anak Papua bisa bernyanyi dan memainkan alat musik. Pembelajaran ini berlanjut sewaktu sekolah di pindahkan ke Miei (Wasior) tahun 1925. Di Miei Wasior, para pemuda membentuk Korp Musik mula-mula di bawah bimbingan guru musik mereka I. S. Keyne.  Kepiawainnya dalam mengajarkan alat musik ternyata tidak sia-sia. Dalam salah satu suratnya yang di muat dalam majalah Het Penningske, No. 6 - Juni 1929, "Sekarang Saya dapat mengirimkan kepada Anda potret korps musik kami. Snare drum tidak disertakan, seperti yang sedang dibuat. Drum bass adalah hadiah dari kelas Kampen dan kami menerima salah satu trombon melalui Dr. Brouwer, yang sangat terkejut mendengar musik seperti itu di New Guinea." 

grup musik Wasior Wandamen


Potret Korps Musik para Pemuda Papua di Wasior, tahun 1929
Didikan I. S. Keyne

PERIODE TAHUN 1930-1950-AN

Beberapa daerah mulai nampak dengan kelompok-kelompok musik. Raja Ampat, Fakfak, Biak, Serui Yapen, Hollandi Jayapura, Merauke, dan tempat-tempat lain benih bermusik moderen ini tumbuh subur. Meskipun perkembangan musik moderen ini bertumbuh dengan cepat, tetapi musik-musik tradisional orang Papua tidak hilang atau bergeser dari dunia musik tradisional malah adanya gabungan unsur barat dan tradisional yang menyatu. Kompleksitas musik moderen dan tradisonal mulai nampak pada tahun-tahun belakangan.   

Pada tahun 1930-an, di kota rusa Merauke, sebuah grup musik bernama Okaba Jazzband yang di bentuk oleh penduduk asli yang meramaikan kota Merauke melalui acara-acara lokal maupun pemerintahan Belanda di sana. Grup musik ini sangat unik karena terdiri dari wanita dan pria, selain itu alat musik yang digunakan juga perpaduan musik barat dan musik tradisional yaitu tifa, ukulele, gitar, biola. Catatan tahun 1938, menjelaskan bahwa tampaknya unsur barat sudah berpengaruh pada grup musik tersebut. Tidak banyak literatur yang memuat tentang mereka, kemudian dokumentasi lagu-lagu mereka pun tidak di ketahui keberadaannya. Grup musik ini terkenal sebatas pada kota Merauke pada masanya. Popularitas grup musik ini bersifat lokal, sebab tidak di kenal masyarakat Papua di berbagai tempat.    


grup musik Merauke

Grup Okaba Jazzband bersama Bestuurs Assistant Okaba S. A. Lebelauw
Foto sekitar tahun 1930-an. 


Selain Okaba Jazzband, banyak generasi tahun 1950-an, trampil dalam bermain musik Biola. Bahkan alat musik biola itu telah di buat sendiri oleh orang Papua Merauke. Pertumbuhan musik di kota Merauke ikut bertumbuh bersama Padi kumbe yang terkenal, bulir-bulir padi ikut menyaksikan benih-benih permusikan di kota tersebut. Para pemuda memainkan biola-biola menghibur acara yang meriah.
 
grup musik Papua

Seorang pemuda Papua memainkan Biola, Oktober 1954. 
Sumber: www.nationaalarchief.nl

Pada tahun yang sama muncul grup musik Orkestra Muyu Hawaiian. Ini cukup populer pada masanya. Dalam potret di bawah ini, tampak seorang Papua sedang memainkan alat musik Hawaiian. Mereka tengah berkumpul dan bermain di halaman kantor Informasi dan Penyiaran Radio Nieuw Guinea Merauke.  


Grup msuik Merauke Hawaiian

Orkestra Muyu Hawaiian, Maret 1959. 

Sumber: www.nationaalarchief.nl

PERIODE TAHUN 1960-1970-AN

Pada periode tahun 1960-an, ada banyak grup musik lokal berkembang. Di Biak (Bosnik) milsanya tahun 1965-1967 ada grup akustik Indibo. Beberapa pemain hawaiian pada masa itu misalnya Daud Rumbino (Ayah dari Corry Rumbino), Bapak Rumbewas, Bapak Bettay (Ayah Benny dan Sandhy). Ada grup band Nada Ria, Brimorelas, Suara Baru, Juga grup Hawaiian di Hollandia (Jayapura) nama grupnya Gagak Hitam dan Sombar Hitam Hawaiian, di bawah pimpinan Izak Samuel Mimi Fatahan bersama rekan-rekannya. Mimi Fatahan merupakan seorang tokoh seniman musik tanah Papua ternama. Dia terampil dalam memainkan berbagai alat musik, dia menjadi sosok yang menginspirasi banyak musisi Papua pada masanya. 

Tahun 1970-an, merupakan tahun berdirinya semangat orang Papua dalam berseni dan bermusik. Di Tanah Tabi, Jayapura lahirlah grup band mula-mula Los Iriantos Primitive belakangan menjadi Black Brothers dan grup akustik Mambesak. Grup band Papua paling tersohor di belantika musik nasional bahkan mendunia adalah Black Brothers. Popularitas Black Brothers cukup gemiling karena di kenal secara lokal, regional dan nasional. Surat Kabar berbahasa Belanda banyak memberitakan tentang grup asal tanah Papua tersebut. Sedangkan Mambesak dalam lingkup regional terkenal di tanah Papua dengan menghadirkan lagu-lagu berkonsep budaya yaitu lebih berperan aktif dalam memberikan warna dan tema lagu-lagu daerah dari berbagai etnis suku-suku di tanah Papua. Inilah keunikan Mambesak. 

Pada periode waktu yang sama terbentuklah banyak grup band modern dan akustik. Mulai dari Black Brothers (Oktober 1974?/1976?), Black Papas (1970-an), Black Bross (1970-an?), Black List/Coconut Band (1970an?), Black Sweet (1977?),  Angkasa Nada (1970-an) Manyouri (1970-an), Mambesak (05 Agustus 1978),  Manggrukwak (1970-an), Mansapur (1970-an), Embun Supiori (1970-an) dan grup Band lainnya. Ciri khas warna musiknya dan perpaduan lagu-lagu daerah mewarnai grup-grup musik dari Papua ini. 

Post a Comment for "SEJARAH MUSIK MODERN DI TANAH PAPUA"