SEJARAH BERDIRINYA PASAR TRADISIONAL BOSNIK BIAK TIMUR - Manfasramdi
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

SEJARAH BERDIRINYA PASAR TRADISIONAL BOSNIK BIAK TIMUR

wanita dari kampung Manduser Bosnik
Barbin Manduser

Potret para wanita kampung Manduser (Bosnik).
 Mereka membawa getah pohon Damar untuk di perdagangkan.
Foto sekitar tahun 1916-1917.

KONTAK AWAL ORANG BOSNIK DAN PADAIDO

Menegok kembali masa-masa silam, hubungan penduduk kepulauan Padaido dan penduduk Bosnik (Byak) tentu tidak telepas dari sejarah panjang hubungan sosial antara keduanya. Hubungan kedua wilayah yang terpisahkan oleh lautan, tidak menghalangi mereka untuk bertemu dan melakukan barter. Sebelum masuknya para penjelajah bangsa Portugis (1527), Spanyol (1545), Belanda (1616) dan Inggris (1775) di kepulauan Biak Numfor. Perdagangan tradisional sudah ada sekitar akhir tahun 1400-an. Laporan-laporan demikian terekam dalam cerita tutur masyarakat Bosnik secara turun temurun. Aktifitas dagang tersebut dinamakan Farobek (barter bahan makanan). Perjalanan dagang yang dinamakan wadwa ini intens di lakukan kedua belah pihak di waktu-waktu musim paceklik atau kelaparan dan ini bisa terus di lakukan karena jarak yang cukup dekat antara kedua wilayah tersebut.   

Biasanya, orang-orang dari kepulauan Padaido, akan menyiapkan berbagai jenis hasil laut seperti ikan asar (in bekamsu), bia kering (royam), penyu (waw), gelang (samfar) serta barang-barang dagang lainnya dalam jumlah yang cukup besar, kemudian akan ditukarkan dengan penduduk Bosnik baik mereka yang tinggal di pesisir pantai Bosnik maupun mereka yang dari wilayah pedalaman Biak Timur seperti orang Son, Sundei, Sepse, Adibai, dan yang berasal dari kampung-kampung lainnya. Barang yang di tukar dengan penduduk pulau bisa berupa Sagu (baryam), Umbi-umbian (ransyo, japan, batawe, timur), Sayur dan buah-buahan (ansarow). 

Perdagangan orang Biak Timur tidak terbatas pada wilayah Biak Numfor mereka juga melakukan pelayaran perdagangan berbagai wilayah di luar pulau Biak seperti Yapen-Waropen, Wandamen, Raja Ampat, Papua Nugini (PNG) hingga ke Maluku. Mereka tidak pulang dengan tangan kosong, tapi dalam pelayaran, mereka membawah juga tumbuhan-tumbahan yang bisa di kembangkan di hutan Biak Timur. Salah satu contoh misalnya Naknak (Cempedak), yang kemungkinan di bawah dari Yapen, Wandamen dan Maluku sekitar tahun 1700-an?. Tumbuhan seperti itu membawah manfaat di kemudian hari bagi generasi berikut. Pada musim berbuah orang-orang Biak Timur seperti penduduk Bosnik akan menjual hasilnya ke pasar Bosnik dan berbagai tempat.

KONTAK DAGANG ORANG BIAK TIMUR DAN PEDAGANG ASING

Pada tahun 1500-an, tampaknya sudah ada hubungan dagang antara penduduk Biak Timur dan dunia luar, khususnya hubungan antara orang Maluku seperti Seram, Bacan, Ternate dan Tidore dan orang Melayu dan Tiongkok (China). Pelaut Spanyol bernama Inigo Ortiz de Retes, merupakan salah satu pelaut yang berlayar hingga berada di kepulauan Padaido pada tanggal 16 Juni 1545. Disana mereka diserang habis-habisan oleh penduduk Padaido, yang membuat mereka harus cepat-cepat pergi dari sana. 

Pada tahun 1616, Jocob Le Maire dan Willem Corneliz Schouten para penjelajah Belanda, memasuki wilayah Biak Timur dan kepulauan Padaido, Jacob le Maire, melihat para penduduk Padaido ada yang memiliki porselen Cina dan manik-manik berwarna kuning, dan penduduk sangat menginginkan barang-barang besi serta manik-manik, ia menduga bahwa pasti ada kapal-kapal Spanyol yang datang lebih dulu kesini. (Kamma, 1972:41)

Pada tahun 1700-an perdagangan cukup aktif di Biak Timur, khususnya di kampung-kampung yang jumlah penduduknya besar. Misalnya, seorang penjelajah asal Inggris bernama Thomas Forrest dalam catatan pelayarannya di Papua, dia melaporkan bahwa 'pada tanggal 04 Februari 1775, kapal coracora Tidore berlayar ke pulau Biak, tepatnya di kampung Saba untuk berdagang'. (Thomas Forrest, 1779:102) Perlu di ketahui juga bahwa pada tahun 1700-an, kampung Saba (Biak Timur; Oridek) merupakan kampung terbesar dengan jumlah penduduk yang cukup besar. Menurut tradisi lisan orang Bosnik, bahwa di masa itu barang dagang yang di cari orang-orang Biak Timur untuk di jual kepada para pedagang asing adalah amber (ambergris), budak, burung, kulit penyu, mutiara, dsb.     

Pada pertengahan tahun 1700-an, tampaknya, perdagangan damar (Agathis labilardieri Warb) belum ada. Orang Biak Timur menyebut pohon damar dengan sebutan kesi atau aibenyar. Konon, menurut cerita rakyat Aibenyar Auden bahwa pohon damar (kesi) ini di bawah dari pulau Yapen melalui pelayaran hongi dan ditanam di hutan Biak Timur. Jika dihitung geneologi cerita tersebut itu berkisar pada awal tahun 1700-an. Artinya, pada waktu itu tumbuhan damar baru mulai berkembang biak sehingga belum bisa di perdagangkan. 

Zendeling J. L. van Hasselt sewaktu berkunjung ke Bosnik pada tahun 1882 (1884)?, ia menulis bahwa, 'Dalam beberapa tahun terakhir orang Bosnik telah menjual ribuan pikol damar'. Pada tahun 1800-an, perdagangan Damar di Bosnik telah berjalan. Dan satu-satunya tempat pusat perdagangan terpenting agatis di pulau Biak, adalah di Bosnik. Pada tahun 1800-an hingga tahun 1900-an, sudah ada pedagang Cina di Bosnik. Perdagangan tumbuh subur di Bosnik.  Kapal-kapal para pedangang banyak berlabuh disana. Para pebisnis seperti orang Cina turut ambil bagian dalam proses perdagangan di Bosnik. 

Dr. W.C. Klein melaporkan bahwa Nederlandsch Nieuw-Guinea mengekspor hampir 1000 ton damar lebih banyak dari tahun sebelumnya yaitu mencapai angka 2.574 ton pada tahun 1937. Bosnik merupakan salah satu tempat penyedia copal dan damar, pada tahun 1937, Bosnik menghasilkan 231 ton (Jurnal De Handel Van Nederlandsch en Australisch Nieuw-Guinea, 1934, hal. 255).  

Pada tahun 1913, berdirinya pos pemerintahan pertama di kampung Manduser, menjadikan Bosnik tidak saja sebagai pusat perdagangan tapi bahkan sebagai pusat pemerintahan di kala itu. Pada tahun-tahun berikut hingga pecah perang Dunia ke-2, invasi militer mulai terjadi, yang menyebabkan aktifitas perdagangan masyarakat lokal terganggu. Sordadu-sordadu Nipon (sebutan bagi tentara Jepang) menguasai daerah tersebut mereka juga memberlakukan kerja paksa terhadap para lelaki dari kampung Manduser dan kampung Woniki untuk membangun jembatan. Dan hingga berakhinya Perang, secara bertahap, perdagangan mulai berjalan kembali. 

Pada tahun 1950-1960-an, pasar Bosnik di buka pada hari Sabtu. Dan banyak variasi barang dagangan yang di jual sesuai kebutuhan masyarakat pada masa itu. Tahun 1970-1995-an, sebelum gempa tahun 1996, kala itu letak pasarnya masih berada di kampung Manduser, banyak orang-orang dari Yapen seperti orang Kurudu, Krawi, Ambai, Ansus juga ikut meramaikan pasar, dimana berbagai jenis ikan, sagu dari Yapen, perahu-perahu yang di jual dan berbagai jenis barang lokal. Setelah gempa belakangan pasarpun di pindahkan hingga hari ini tahun 2020, pasar Bosnik pun terus ramai dikunjungi.   

PASAR BOSNIK MASA KINI

Jika melihat dan mengenang kembali sejarah pasar Bosnik, pasar ini bukan terbentuk dalam jangka waktu yang singkat, satu ataupun dua hari. Tetapi pasar ini terbentuk dari komunitas masyarakat kampung yang awalnya kecil dan mulai berkembang menjadi komunitas yang besar. Tentu ini adalah proses yang panjang dan meninggalkan sejarah memori kolektif bagi masyarakat Biak Timur pada umumnya dan lebih khususnya bagi masyarakat Bosnik. 

Kalau Anda jalan-jalan ke pasar Bosnik, Anda akan di kejutkan dengan bermacam-macam barang-barang dagangan. Pasar ini mendatangkan manfaat yang sangat besar bagi penduduk Biak Timur, dan juga penduduk pulau Biak pada umumnya. Disini, proses barter yang di lakukan pada zaman dulu pun masih bisa di lihat walaupun tidak selalu dilakukan. 

Post a Comment for "SEJARAH BERDIRINYA PASAR TRADISIONAL BOSNIK BIAK TIMUR"