PULAU KURUDU, PULAU BERSEJARAH - Manfasramdi
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PULAU KURUDU, PULAU BERSEJARAH

Orang Kurudu Kayupuri
Alb. J. De Neef bersama masyarakat Kurudu, tahun 1900-an


PENDUDUK PULAU KURUDU

Orang Kurudu menyebut pulau Kurudu dengan sebutan Meobo Krudu, adalah sebuah pulau yang indah, unik, memesona yang terletak diantara timur pulau Yapen dan pesisir utara Waropen.  Pulau Kurudu merupakan sebuah distrik di Kabupaten Yapen, Provisi Papua. Hasil laut dan alamnya memanjakan setiap retina mata yang melihatnya. Sudah sejak lampau Pulau itu menjadi daya tarik yang kuat bagi para penjelajah, pedagang, misionaris, bajak laut, dan dari berbagai kalangan suku dan bangsa.

Pulau ini sangat unik, dari segi bahasa, manusianya, bahkan alamnya. Penduduk asli pulau Kurudu (Miobo Kurudu) sudah sejak lama membaur dengan penduduk dari pulau Yapen, Waropen dan Biak Numfor. Mereka telah membentuk sebuah masyarakat pulau yang kuat, perkasa dan cerdas. Dalam hal bahasa pun unik karena kita bisa menemukan beberapa ungkapan makna dan kata yang ada dalam bahasa Yapen, Waropen,  dan Biak di pulau tersebut. Nama-nama kampung pun demikian, seperti salah satunya kampung  Mnukwar yang merupakan nama khas bahasa Biak. Guru Laurens Tanamal, menyaksikan berbagai peristiwa dan hal-hal yang terjadi di pulau itu pada tahun 1900-an. Dalam Autobiografinya di tulis : 


 "Het eiland Koeroedoe ligt tussen Jappen en de Waropenkust. Er zijn twee behoorlijke dorpen nl. Koeroedoe in het noorden en Kaipoeri in het zuiden. De oorspronkelijke be­woners verblijven in het eerstgenoemde dorp; ze zijn afkomstig van het eiland zelf en hebben zich vermengd met mensen van Jappen en Waropen. De mensen van Kaipoeri zijn in hoofd­zaak van Biak afkomstig. Alleen de oorspronkelijke bevolking kent het pottenbakken en beoefent behoorlijk de landbouw, terwijl de Biakkers hun producten ruilen tegen zeeproducten. Het karakter van de beide groepen loopt ook zeer uiteen. Terwijl de bewoners van Koeroedoe vreedzaam zijn, ontstaat er onder die van Kaipoeri altijd onenigheid; het zijn echte ruziemakers. Hoewel het dorp Kaipoeri maar klein is, kwam er onderling vaak moord voor. Zelf maakte ik menigmaal mee, dat de mensen van Koeroedoe door hen lastig gevallen werden. In 1936 was er nog een volslagen oorlogstoestand tussen de beide dorpen. Gelukkig hoorde ik het tijdig en ging er dus op af. Staande tussen de beide partijen, probeerde ik het ergste af te wenden. Het gelukte toen om de partijen vrede te laten sluiten, maar dat was slechts tijdelijk. Steeds komt de tegenstelling tussen beiden scherp uit en het doet veel kwaad”. Tulis Kamma, dalam buku De Roepstem volgend autobiografie van Goeroe Laurens Tanamal.

Terjemahan bebas:
[Pulau Kurudu terletak di antara Yapen dan Pantai Waropen. Ada dua desa yang layak, yaitu Kurudu di utara dan Kaipuri di selatan. Penduduk asli tinggal di desa yang disebutkan pertama; mereka berasal dari pulau itu sendiri dan telah bercampur dengan orang-orang dari Yapen dan Waropen. Penduduk Kaipuri sebagian besar berasal dari Biak. Hanya penduduk asli yang mengetahui tembikar dan mempraktikkan pertanian dengan baik, sedangkan orang Biak menukarkan produk mereka dengan produk laut. Karakter kedua kelompok ini juga sangat berbeda. Sementara penduduk Kurudu damai, perselisihan selalu muncul di antara penduduk Kaipuri; mereka adalah pejuang sejati. Meskipun desa Kaipuri kecil, saling membunuh sering terjadi. Saya sendiri sering mengalami orang Kurudu diganggu oleh mereka. Pada tahun 1936 masih terjadi perang besar-besaran antara kedua desa. Untungnya saya mendengarnya tepat waktu dan melakukannya. Berdiri di antara kedua sisi, saya mencoba untuk menghindari yang terburuk. Para pihak kemudian berhasil berdamai, tapi itu hanya sementara. Kontras antara keduanya selalu tajam dan sangat merugikan.]

Meskipun kelompok-kelompok suku ini tinggal dalam satu pulau, namun masih saja ada pertikaian di antara mereka sendiri yang dipicu oleh banyak hal dalam interen kampung. Kehidupan masyarakat Kurudu sebenarnya sudah lama di dokumentasikan oleh banyak orang asing. Pulau ini menjadi tempat persinggahan oleh banyak penjelajah bahkan menjadi salah satu basis perdangan di waktu lampau. 


Peta pulau Kurudu tahun 1900-an

  

PERDAGANGAN DAN KEBERANIAN ORANG KURUDU

Masyarakat pulau Kurudu di kenal sebagai orang Kurudu dan bahasa mereka adalah bahasa Kurudu yang menunjukkan identitas mereka. Dalam masa perdagangan, orang-orang Kurudu juga terlibat dalam lalu lintas perdagangan barter dan sudah berlangsung sejak 1700-an.  Salah satu catatan historis tentang pulau Kurudu berasal dari seorang navigator Inggris bernama Thomast Forrest. Pada bulan Februari 1775 sempat mengunjungi pulau itu, yang disebutnya “Island Krudo” dimana penduduk biasanya mengumpulkan kulit penyu yang akan di perdagangkan dengan orang Tiongkok (China). Bayangkan di tahun itu mereka sudah berdagang dengan para pedagang China.  

Penduduk pulau Kurudu juga trampil dalam membuat gerabah tanah liat (pot tanah liat, sempe) dimana hasil produksi tersebut di jual di berbagai tempat-tempat di wilayah teluk Cenderawasih. Gerabah tanah liat ini bahkan di jual ke Biak, Numfor, Yapen, Waropen yang dipakai untuk memperlengkapi alat rumah tangga.  

Beberapa catatan orang Belanda, banyak menyebutkan pulau itu dalam bahasa Belanda “eiland Koeroedoe”, sehingga pulau ini sudah sangat dikenal dan tidak asing bagi para pelancong. Pulau Kurudu dikenal sebagai pulau yang sulit di taklukan, Manbri-manbri mereka sangat berbahaya, ganas, dan punya banyak taktik. Sehingga wilayah perairan teluk Cenderewasih, mereka merupakan orang-orang perkasa yang patut di perhitungkan dan di waspadai, suku-suku tetangga. 

Penulis Belanda, Dr. J.J. De Hollander yang hidup pada masa 1800-an, membenarkan hal tersebut, ia menulis bahwa ’Penduduk Kurudu terdiri dari suku-suku yang sepenuhnya liar, mereka sebagai orang-orang yang berbahaya tapi sopan.’ (Handleiding bij de beoefening der Land- En Volkenkunde van Nederlandsch Oost-Indie, 1884, hal. 431)

Dalam catatan Dr. Kamma, misalnya bahkan “Ada permintaan dari Yapen Selatan untuk melakukan serangan atas pulau Kurudu”. Ini menunjukkan bahwa orang-orang Kurudu rupanya juga di takuti suku-suku tetangga di teluk Cenderawasih sehingga ada upaya untuk menyerang kampung tersebut. Dalam suatu peristiwa, pada tahun 1886, suatu ekspedisi hongi gabungan dari beberapa kampung di Biak dan Supiori yang sebenarnya masih merupakan kerabat mereka, melakukan penyerangan ke kampung Kurudu. Tidak kurang dari 80 perahu melakukan serangan. (Kamma, 1998:31; Muridan, 2009:103)  

Tentu ini jumlah yang sangat besar dan tidak sebanding (kira-kira 1500 pasukan). Kampung Kurudu bukan kampung yang mudah di taklukan, sehingga butuh banyak pasukan penyerang. Namun, mereka kalah dalam hal jumlah dan pasukan sehingga beberapa di antara mereka ditawan dan menyebkan dua korban jiwa. Meski demikian, mereka tetap bisa mempertahankan serangan dari luar. Belakangan beberapa yang di tawan di kembalikan ke keluarga mereka. 

Pada tahun 1912, dalam perjalanannya, Van Hasselt menumpang di kapal uap kecil melalui rute Biak dan Yapen, dan dari Pom iya melanjukan perjalanannya dengan ke  Teluk Yos Sudarso. Van Hasselt mampir di semua kampung, dia menyusuri muara-muara sungai Mamberamo dengan para pendayung yang berasal dari Kurudu. Kala itu, banyak orang Kurudu digunakan sebagai pendayung, penerjemah oleh pemerintahan Belanda, Misionaris untuk menjalankan berbagai misi mereka. 

Pulau Kurudu masa kini masih tetap berdiri kokoh dan terus menunjukkan keindahannya yang memesona. Salah satu julukan Pulau ini adalah pulau Matoa (Antaun) karena banyak pohon matoa disana dan buah matoanya yang sangat lesat, buah matoa dari pulau Kurudu ini pada waktu musim berbuah banyak di jual di tempat-tempat lain. Ya, pulau ini sangat unik, memesona. Manusianya, alamnya serta kehidupan pulau itu akan sangat menarik untuk di jejaki. Itulah Myobo Kurudo, Eiland Koeroedoe, Island Krudo.  

Post a Comment for "PULAU KURUDU, PULAU BERSEJARAH"