MAMBRUK SALAH SATU BURUNG PAPUA YANG DI PERDAGANGKAN DI MASA LAMPAU - Manfasramdi
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

MAMBRUK SALAH SATU BURUNG PAPUA YANG DI PERDAGANGKAN DI MASA LAMPAU

burung Mambruk



BURUNG PAPUA

Burung-burung yang berasal dari tanah Papua ujung timur nusantara, sejak lama sudah terkenal akan keindahannya dan sudah laris manis terjual pada masa-masa perdagangan jalur rempah. Burung Cenderawasih, burung Kakatua, burung Nuri, dan beraneka ragam jenisnya menjadi daya tarik perdagangan pada abad ke-16, konon bahkan katanya pada abad ke-8. Mata para pedagang dari berbagai belahan dunia lihai dalam membaca situasi, burung-burung Papua sangat berharga dan dicari dunia. Naturalis Eropa berlomba-lomba ke Papua untuk mencatat setiap jenis-jenis dan temuan baru mereka untuk di publikasikan dan menjadi bahan penelitian yang intensif pada abad ke-18-19. 

Selain burung Cenderawasih, Mambruk burung endemik Papua, merupakan salah satu burung indah yang mendapat banyak perhatiaan dari para peneliti, dan para pedagang. Burung fenomenal Papua ini bahkan mendapatkan tempat istimewa karena namanya digunakan di berbagai media, tempat bahkan namanya sendiri berasal dari salah satu bahasa di Papua. Berbeda dengan nama Cenderawasih yang merupakan adaptasi nama bahasa Sangsekerta. Sebelum melihat lebih jauh tentang burung satu ini, terlebih dahulu kita perlu menelusuri asal muasal makna kata dari burung Mambruk. Darimanakah nama Mambruk berasal dan apa arti kata itu? 

ETIMOLOGI NAMA MAMBRUK

Nama burung Mambruk kini merupakan nama bahasa Indonesia yang merupakan serapan yang ambil dari tanah Papua. Nama ini sudah mendunia dan cukup populer di Indonesia. Di Indonesia sendiri, nama ini bukan cuma digunakan pada burung, tetapi digunakan untuk menamakan jalan, hotel, nama orang dan juga nama ini tidak asing lagi dimata tante dan om Google. Silahkan mencobanya di mesin telusur google akan muncul nama "Mambruk" serta berbagai informasi didalamnya tentang burung tersebut. 

Secara etimologi, nama Mambruk ini berasal dari bahasa Biak Papua. Asal kata "Mambruk" terdiri dari dua suku kata yaitu "Man" dan "Bruk" (Man + Bruk:Manbruk). Man berarti burung, unggas, atau makluk bersayap. Kata "Man" juga sering di merujuk kepada manusia (orang) dan binatang. Sedangkan kata "Bruk" memiliki dua pengertian, pertama yaitu suara “Bruk” yang di bunyikan atau dikeluarkan oleh burung Mambruk itu sendiri sehingga orang menyebutnya Manbruk, selain itu "bruk" juga mengacu pada warna alami burung tersebut seperti warna keabu-abuan atau warna alam pada sore hari. Jadi, Manbruk (dibaca Mambruk) bisa diartikan burung yang mengeluarkan suara bruk dan sekaligus berwarna keabu-abuan.

Bahasa suku-suku di tanah Papua memiliki sebutan khusus bagi burung endemik ini. Misalnya dalam bahasa Ansus, burung ini disebut Manbadu. Burung Mambruk terdiri dari tiga jenis Goura victoria (Mambruk ubiaat), Goura cristata dan Goura scheepmakeri (Mambruk selatan). Para peneliti burung menyebut bahwa Mambruk masuk dalam family Columbidae, burung termasuk kelompok burung merpati ukuran besar. Karena burung tersebar di seluruh tanah Papua, sehingga burung hampir di kenal baik oleh suku-suku di Papua, termasuk dua pulau terpisah di tanah Papua, pulau Yapen dan pulau Biak-Supiori burung ini bisa ditemukan disana. 

Penggunakan nama burung Mambruk sebenarnya sudah digunakan dalam buku-buku berbahasa Belanda, Perancis, Jerman pada tahun 1800-an dan nama ini sudah sangat familiar oleh kalangan pedagang dan penjelajah serta peneliti dikala itu. Dan berkat dari para penjelajah, penulis-penulis Eropa, membuat catatan mengenai burung ini cukup lengkap. Nama mambruk juga banyak terdapat dalam kamus berbahasa Belanda-Biak tahun 1800-1900-an.  

PERDAGANGAN BURUNG MAMBRUK

Burung Mambruk, salah satu burung yang masuk dalam jalur perdagangan nusantara, baik dalam perdagangkan pasar domestik dan pasar internasional sejak ratusan tahun lalu. Salah satu orang yang mengabadikan burung Mambruk dalam lukisannya pada tahun 1776, adalah seorang Naturalis bernama Sonnerat Pierre (1748-1814), dia mengumpulkan berbagai specimen burung, ini termasuk burung Mambruk. Dalam bukunya  Voyage à la Nouvelle-Guinée (1776) dia melukis burung Mambruk dan memberi judul lukisannya Le Goura de la nouvelle Guinee (Mambruk dari New Guinea). Lihat gambar di atas karya Sonnerat Pierre.


Pada abad ke-19, burung Mambruk disebutkan bersamaan dengan komoditas barang dagangan lainnya yang berasal dari Papua yang kemudian di kirim pelabuhan-pelabuhan di Nusantara kemudian di eksport lagi keluar negeri. Seorang Naturalis asal Jerman,
  H. Von Rosenberg (1817-1888) yang pernah meneliti burung di Papua, mengamati perdagangan ini. Dia menulis:

"Di Doreh burung ini dalam bahasa daerah disebut „Mambroek", di pantai Barat Daya disebut "Titie". Ia sering dibawa hidup-hidup ke Ambon, Banda dan Jawa dan dari sana ke Eropa".Natuurkundig tijdschrift voor Nederlandsch-Indië, Volume 25, (Bijdrage Tot de ornithologie van Nieuw – Guinea), 1863, hlm. 250.

Dalam catatan Rosenberg, dia menjelaskan bahwa orang Doreri Manokwari menyebut burung itu dalam bahasa daerah mereka dengan sebutan Mambruk. Dari tulisannya ini juga, kita mendapat keterangan bahwa burung Mambruk ini, rupanya di bawah dalam keadaan hidup ke Ambon, Banda dan Jawa kemudian di kirim lagi ke Eropa.

burung Mambruk
Informasi lain mengenai perdagangan burung Mambruk juga disebutkan oleh A. J. Ten Brink, dia menulis, "Perdagangan sebagian besar berada di tangan orang China dan Melayu dan tidak boleh disebut tidak penting....cengkeh, pala, yang perdagangannya cukup penting, terutama di sepanjang pantai barat, juga sagu, banyak kayu halus, bambu, damar, masoi berlimpah, cendrawasih, merpati mahkota (mambruk), kerang mutiara, penyu, mutiara dan tripang, produk diatas diekspor ke Makasar, Seram, Kepulauan Aru bahkan ke Singapura dan ditukar dengan uang atau komoditas".Het "Sneeuwgebergte" Op Nieuw-Guinea, door A. J. Ten Brink, 1893, hlm. 54.

Burung Mambruk merupakan komoditas penting pada masa lalu bersama dengan produk-produk lainnya. Selain dibawah hidup-hidup, burung ini juga diawetkan untuk menjadi bahan penelitian dan menjadi koleksi perpustakaan di luar negeri. Perdagangan burung Mambruk, banyak di lakukan oleh orang-orang pesisir Papua yang telah berhubungan dengan pedagang-pedagang dari luar Papua. Tempat-tempat seperti Yapen Waropen, Manokwari, Biak, Raja Ampat dan beberapa wilayah lainnya merupakan tempat penyuplai burung Mambruk. Pada abad ke-21, burung ini masih menjadi incaran banyak pencinta burung, karena keindahan burung tersebut, mahkotanya yang menggemaskan membuat burung ini sangat disukai orang.

MASA DEPAN BURUNG MAMBRUK

Burung endemik tanah Papua ini, terkenal di masa lalu dan diperdagangkan, dan terekam sebagai sejarah Papua. Sayang sekali, keberadaan burung ini juga kian punah, karena di buru, dijual dan dikonsumsi manusia. Kencenderungan kita sebagai manusia yang kerap tidak mempedulikan mereka, kian membuat mereka terancam dari muka bumi Papua. Ada banyak upaya dari berbagai kalangan untuk terus melindungi burung ini. Beberapa tempat bahkan di pelihara. Akankah burung Mambruk ini bertahan dalam arus waktu yang terus bergulir ini? Waktulah yang akan menjawabnya. Namun, alangkah bijaknya kita sebagai manusia yang hidup berdampingan dengan satwa endemik, sebaiknya ikut melindungi agar tidak punah dalam waktu dekat. 

Post a Comment for "MAMBRUK SALAH SATU BURUNG PAPUA YANG DI PERDAGANGKAN DI MASA LAMPAU"