KISAH BUDAK PAPUA DI MALUKU - Manfasramdi
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

KISAH BUDAK PAPUA DI MALUKU

Ilustrasi para budak. Photo by British Library 

BUDAK PAPUA

Pada bagian kali ini, kita akan membahas sedikit tentang para pekerja atau budak yang bekerja di Maluku, eksistensi budak Papua disana menjadi cerminan bahwa di masa lalu orang Papua telah berkelan ke berbagai tempat dengan bermacam-macam profesi. Tutunan menjadi budak atau pekerja ini bukan keinginan sendiri tapi di dorong dengan berbagai faktor, baik faktor interen maupun eksternal. Sebenarnya kajian-kajian mengenai budak Papua sudah lama di lakukan para penjelajah asing yang sekaligus sebagai penulis yang menjadi saksi mata, kemudian juga mendapat informasi dari narasumber kunci di masa lalu maupun sumber pustaka. Sebelum melangkah jauh untuk membahas tentang budak Papua, kita bahas dulu pengertian dari kata budak itu sendiri. Karena pada dasarnya pemahaman kita mengenai budak dalam satu tempat atau dalam suku lain itu berbeda-beda maknanya. 

MAKNA BUDAK DALAM KAMUS BAHASA INDONESIA

Sewaktu mendengar kata “budak”, biasanya kita berpikir bahwa budak itu selalu diidentikan dengan kerja paksa, di perlakukan tidak adil, bahkan mungkin di bunuh. Banyak laporan-laporan masa lalu seperti catatan berbahasa Belanda disana kita pasti akan selalu menemukan kata seperti “Slaven” yang berarti “budak”. Bagaimana dengan budak Papua? Apakah mereka juga diperlakukan dengan hina?, dilucuti kemerdekaan mereka? Sebelum menjawab itu perlu kita pahami dulu, makna dari kata “budak”. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bahwa kata “budak” itu memiliki arti yang luas maksudnya tidak lebih dari satu makna. Budak bisa berarti anak, kanak-kanak, budak juga bisa berarti “hamba; jongos; orang gajian”. Dari pengertian tersebut budak itu sama dengan pembantu, pekerja, karyawan, dalam arti bekerja untuk mendapat upah (gaji). Ini berbeda dengan pengertian budak dalam konsep orang Papua pesisir. 

BUDAK PAPUA DI TERNATE DAN TIDORE

Penggunaan kata “budak” pada zaman dulu sebenarnya umum dan itu hal biasa. Berbeda dengan penggunaan zaman sekarang yang berkonotasi negatif. Orang Papua pada masa lalu yang di bawa sebagai budak di Ternate, Tidore (Maluku), Bali, Jawa, dan berbagai tempat kebanyakan dari mereka adalah para pekerja (helper). Mereka melakukan suatu tugas tertentu dan di bayar sesuai kontrak kerja antara majikan dan budak (pembantu), mereka juga bahkan bekerja sebagai pendayung karena kekuatan fisik mereka mumpuni.

Seorang Dokter dan ahli Iktiolog (ikan) ternama di Hindia-Belanda bernama Pieter Bleeker (1819-1878), menjelaskan dalam bukunya berjudul, “Reis Door de Minahassa en Den Molukschen, tahun 1856, bahwa pada tahun 1800-an banyak orang Papua yang di bawah ke Ternate dan Tidore sebagai Pembantu atau Pelayan dengan pembayaran tertentu. Misalnya saja di tahun 1846 ada 379 pekerja (budak) orang Papua disana. Kenapa mereka harus bekerja disana? Pierter melanjutkan dalam tulisannya “Meskipun orang Papua di Ternate, tidak termasuk kelas budak, hampir dianggap sebagai budak. Orang Eropa dan Cina sulit mendapatkan pelayan orang Ternate, karena pekerjaan itu tidak disukai orang Ternate, karena jumlah budak (pekerja) yang menurun drastis, mendorong mereka untuk merekrut pelayan dari tempat lain”.

Dari catatan ini memperlihatkan bahwa banyak orang Papua di masa lalu di ambil sebagai budak atau pekerja untuk melakukan banyak pekerjaan. Baik itu pekerjaan yang berbahaya seperti perompak, sebagai pendayung, melayani di istana kerjaan, dan masih banyak lagi. Maka pada tahun 1700-1800-an, banyak budak Papua yang tersebar di berbagai wilayah Nusantara. Budak-budak Papua ini berasal dari beberapa suku di tanah Papua. 

Post a Comment for "KISAH BUDAK PAPUA DI MALUKU"