PENYEBUTAN IBU DALAM BAHASA ORANG SAIRERI PAPUA - Manfasramdi
Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PENYEBUTAN IBU DALAM BAHASA ORANG SAIRERI PAPUA


SEBUTAN DALAM BAHASA SAIRERI

Sejak kita di lahirkan di dunia ini, kata yang sangat familiar kita lafalkan adalah ungkapan Mama, Ibu, Bapak, Ayah dan sejenisnya sesuai bahasa daerah kita masing-masing. Ini adalah ungkapan yang tertanam dalam setiap hati dan pikiran manusia sejak kita lahir. Di muka bumi ini, semua bahasa memiliki sebutan atau panggilan tersebut. 

Inilah keunikan dari bahasa manusia. Banyak ungkapan atau kata-kata digunakan untuk mengekspresikan sesuatu yang bisa dipahami oleh orang lain. Hubungan dekat antara anak dan ibu, tidak saja muncul dari sifat bawaan tapi tercermin juga dari ekspresi kata-kata seorang anak terhadapnya sewatu sang anak memanggil mama atau ibu. 

Dalam catatan singkat ini kita akan mempelajari ekspresi-ekspresi demikian dari orang-orang Papua, teluk Cenderawasih. Kenapa menarik untuk di pelajari? Karena adanya kesamaan ungkapan yang dimiliki juga oleh orang-orang di kepualaun Nusantara hingga meluas sampai ke kepulauan pasifik. 

Bahasa ini juga bisa menjadi referensi antara orang-orang Papua dan hubungan mereka dengan orang-orang atau suku-suku di luar Papua. Sekarang mari kita pelajari ungkapan-ungkapan tersebut dan mengenal lebih dekat bahasa orang teluk Cenderawasih. Fokus kita adalah akan menelusuri ungkapan ibu atau mama, sementara untuk ungkapan "Bapak"/Ayah kita abaikan saja dulu.  

Ungkapan Mama atau ibu dalam bahasa orang pesisir Papua kata dasarnya sama dan pengucapannya saja yang diucapkan dengan pelafalan yang berbeda-beda. Nah, seperti orang Biak-Numfor menyebut Mama/ibu dalam bahasa mereka dengan beberapa istilah atau sebutan seperti:

1. Awin  

2. Waw (Wawo) 

3. Sna

4. Inani   

Dari empat sebutan di atas sebenarnya memiliki saling keterkaitan dan berasal dari dua kata dasar, yang berkembang sesuai pelafalan pada penutur bahasa Biak. Kata Awin secara etimologi berasal dari dua suku kata “Ai” dan “Win” (b-in, v-in. fonem “w” merupakan frikatif bilabial bersuara dari fonem "b")” yang kemudian di-mix menjadi sebuah makna kata “Awin [Ai + Bin]”. Bentuk kata ini akan di jumpai dalam ungkapan-ungkapan bahasa Biak. Ada ungkapan seperti Ai wawo atau Ai Awino (Ai Bino)”. Sama halnya dengan ungkapan “Sna” dan “Inani” kata “S’na (s-ina)” maupun “Ina-ni” memiliki bentuk dasar kata “Ina”. Bahasa Biak juga menggunakan kata Ina (Inai) untuk mengartikan anak perempuan, anak gadis. Penyebaran kata-kata di atas sangat luas penyebarannya. 

Orang Yapen (Serui) seperti orang Ambai, orang Menawi, Randawaya, dan Ansus juga menggunakan kata “Ai” yang berarti Ibu/Mama (gadis, wanita, perempuan). Orang Ansus menyebut kata “mama” sama seperti orang Numfor-Doreri yaitu Inani (Ina-ni), kita juga akan menemukan kata “wawing (wa-win/bin-g” yang berarti perempuan atau gadis. 

Orang Kurudu menggunakan kata “Ina” untuk sebutan Mama/Ibu. Orang Waropen menggunakan kata Naina (Na-ina)  dimana jika di amati bentuk dasarnya sama yakni kata "Ina"  bisa ditemukan, orang Waropen juga menggunakan kata Bino yang juga merujuk pada perempuan atau wanita. kata Bino juga di pakai untuk menyebut layar pada perahu seperti Bin Raro = layar perempuan. 

KESAMAAN BAHASA

Menarik bahwa suku-suku di atas menggunakan bentuk kata dasar yang sama “Ai”, “Bin (Win)”, dan “Ina” yang kemudian diucapkan dengan berbagai bunyi atau variasi bahkan menggabungkan bentuk-bentuk tersebut. Dalam keluarga bahasa Austronesia, kata “Ina” maupun kata “Bin” yang berarti ibu atau mama, yang juga berarti wanita/perempuan. Kedua kata tersebut mungkin berasal dari bahasa Austronesia atau mungkin dari bahasa Austroasia. Bagaimana dengan asal usul kata “Ai”? Penggunaan kata "Ai" juga terdapat pada bahasa-bahasa di dataran Asia yang tampaknya berasal dari keluarga bahasa yang sama. 

HUBUNGAN ANTARA SESAMA BAHASA

Bahasa India kata “Ai” ditemukan dengan pengucapan yang mirip sekali dengan bahasa orang teluk cenderawasih.  Contoh dalam bahasa India-Marathi yang merupakan turunan dari bahasa Sanskerta  menyebut kata “Ai” [Ai, Ä€'Ä« (आई)] yang berarti Mama atau Ibu. Penyebutannya mirip dengan bahasa-bahasa orang Yapen (Serui) seperti bahasa Ambai, bahasa Menawi, bahasa Randawaya. Bahasa Biak juga  ditemukan penggunaan ungkapan Ai seperti penjelasan di atas. 

Apakah ada hubungan bahasa Dravida dan bahasa-bahasa di teluk cenderawasih ini? Entahlah, namun dalam beberapa jejak bahasa, ada kata-kata bahasa India yang ditemukan pula di tanah Papua. Keunikan kesamaan kata ini bisa memberi penunjuk bahwa kata itu tidak terbentuk di Papua namun berasal dari dataran Asia yang kemudian menyebar sampai di Papua. 

Sehubungan dengan bentuk kata-kata di atas seperti kata Ai, Bin, Ina, Wawi, Wawing memiliki hubungan dekat dengan bahasa Champa di Asia Tenggara serta bahasa Austronesia lainnya. Prof. Dr. Slamet Muljana membahas hal tersebut, dalam penelusurannya dia menjelaskan bahwa kata Binai dalam bahasa Champa, bertalian dengan bahasa-bahasa di Nusantara yang meluas hingga ke Polinesia. 

Di Polinesia orang Samoa menyebut perempuan/wanita:fafine, bahasa Hawai:wahine, bahasa Tonga:fifine, dan sebagainya. "Suatu kenyataan ialah bahwa kata bini, fine dan bentuknya ubahannya dalam pelbagai bahasa daerah di Austronesia itu bertalian dengan kata Campa binai". (Slamet Muljana, 2017:53) 

Meskipun Prof. Slamet tidak menyinggung bahasa Austronesia di Papua, tetapi jika di amati hubungan itupun saling bertalian antara bahasa di Asia Tenggara dan yang digunakan juga di Papua pada orang teluk Cenderawasih. Kata Binai dalam bahasa Champa tadi, jika di pisahkan akan membentuk dua suku kata Bin + Ai = Binai. Dua kata ini terdapat pula dalam bahasa Biak, Ambai, Ansus, Waropen, sbg. 

Kata Binai ini juga bisa di temukan kata dasar dalam kata tersebut b-ina-i = ina. Bahasa Sanger menggunakan bentuk Inang (Ina-ng), Flores: Ina, kepulauan Pasifik dan Taiwan akan ditemukan bentuk kata Tina (T-ina), Kina (K-ina), namun beberapa wilayah di Nusantara tetap mempertahankan bentuk dasar "Ina". Bentuknya bisa berubah-ubah tetapi kata dasarnya tidak berubah.    

Peranan bahasa Austronesia cukup kuat bertumbuh di tanah Papua. Bahasa Austronesia dan bahasa Non Austronesia (Papua) bersaing ketat di bumi Nusantara, bahkan terjadi saling pinjam meminjam kosa kata dan tata bahasa. Hubungan unik ini, secara alami berkembang sejak ribuan tahun lamanya dan masih terus bersaing. 

Menjelang akhir tahun 1800-an, bahasa Austronesia terus memantapkan posisinya di tanah Papua, sebut saja bahasa Melayu Papua yang kini terus berkembang. Bahasa-bahasa di tanah Papua sangat menarik untuk di telusuri dari segi ilmu bahasa, karena dari situlah kita akan menemukan unsur-unsur dari luar serta pengaruh yang melekat pada orang Papua khususnya orang Saireri Teluk Cenderawasih. 

Tidak akan ada habisnya mempelajari bahasa-bahasa yang terus berkembang atau yang sedang menuju kuburan bahasa. Kencenderungan manusia untuk menemukan kosa kata baru, cara berpikir baru, istilah baru selalu saja ada seiring berjalannya waktu. Bahkan kecenderungan tersebut sangat nyata di tanah Papua. Banyak sekali konsep-konsep atau cara berpikir baru yang di tiru, di modifikasi dari berbagai bahasa baik dalam lingkungan bahasa orang Papua sendiri maupun bahasa asing yang diserap. 

Ya, bahasa adalah alat komunikasi yang sangat efektif dan paling ampuh dalam memudahkan manusia untuk memahami berbagai hal. Dari semua bahasa di seluruh dunia, kata ibu merupakan sebutan yang tidak bisa terpisah dari seorang bayi hingga dewasa. 

Post a Comment for "PENYEBUTAN IBU DALAM BAHASA ORANG SAIRERI PAPUA"